TASIKMALAYA/reformasiaktual.com– Ketua Dewan Pembina Padepokan Pencak Silat dan Pesantren Pajajaran Pusat. Irjen Pol (Purn) Drs. Anton Charliyan MPKN, yang lebih akrab dipanggil Abah Haji Anton menghadiri peringatan Maulid Nabi Besar Habibina wa Nabiyana Sayidina Rosulullah Muhammad SAW, bertempat di Desa Sukaraja, Tasikmalaya. Senin (18/10/21),
Selain dihadiri Abah Anton, hadir dalam acara tersebut. Asda 3 Kab. Tasikmalaya, mewakili Bupati Tasikmalaya, Kadisbudpar, Bunda Eni DPD RI Jabar, Bunda Ully Sigar Panglima tinggi Baranusa, Paramitha Rusadi artis lawas yang tetap menawan, Utusan Kesultanan Solo, Rajawali Sokapura Rd. Dicky, Ir Safari Agustin Ketua Geopark Galunggung, Para Tokoh adat dan Budaya anatara lain, Abah Alam dari Bandung, Abah Dede Panjalu, Dadang Macan Ali, Ratu Sekar, Ratu Suningrat, Hj Nining Ciamis, Ki Aan Citiis, Ustad Cecep Cilogak, Abu Fatih Maenpo Sukapura, Ki Sanca, Manggala Garuda Putih dan undangan lainnya.
Abah Anton menyampaikan bahwa budaya Sunda dan Nusantara itu selaras dengan budaya Islam yang dibawa Rosulullah Nabi Muhammad SAW, karena sudah menganut agama samawi sejak awal yang berketuhanan Yang Maha Esa.
Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan sesepuh, Guru Besar Padepokan Rd.H Uyut Sani Wijaya Natakusumah SH.,Msi, yang menyampaikan bahwa Hal tersebut dibuktikan dengan tulisan-tulisan, Prasati dan Naskah-naskah Kuno yang ada di Tatar Sunda dan seluruh Nusantara.
Lanjut Uyut Sani, Contohnya, dalam Prasasti Kawali dan Naskah Amanat Galunggung sikatakan bahwa jika ingin Jaya, setiap manusia Sunda harus selalu ada dalam jalan yang benar dan lurus, “Pakeun Heubeul Jaya dibuwana Pake Gawe Kerta Bener”, selaras dengan ayat yang ada dalam Surat Al fatihah, Ikhdinas sirotol Mustaqin, Sirotolladzinna …dst ; Tunjukanlah jalan yang lurus/benar, sebagamana jalanya orang-orang terdahulu yang sudah Engkau tunjukan kebenaran.
Kemudian,”Pake gawe Kreta Rahayu, Ulah botoh bisi Kokoro, kudu Ngelmu Pare”, yang artinya, membangun Kekuatan dengan Kedamaian, jangan serakah akan celaka, serta harus membangun kekuatan dengan Kerendahan hati, ini selaras dengan sikap dan ajaran Islam yang harus Tawadhu, rendah hati, jangan serakah, harus menjaga hati serta membawa kedamaian yang Rahmatan lil Alamin bagi seluruh umat dan alam semesta.
Dari bukti dan kajian kecil saja, ternyata budaya Sunda dan ajaran Islam sudah sama dan Selaras, sehingga dengan adanya Maulid Nabi ini, tidak perlu ada lagi perbedaan faham antara Budaya dan Agama, apalagi sampai terjadi benturan karena salah faham dengan tata cara, adat tradisi yang selama ini dilaksanakan, padahal semuanya tujuanya sama, untuk Yang Maha Kuasa, Tuhan Yang Maha Esa.
Dimana Tuhan YME ini juga sama dengan istilah Masyarakat Sunda Kuno sebagai Sanghyang Tunggal, hal ini lebih ditegaskan dengan ajaran Masyarakat Baduy yang ada di wilayah Banten, yang intinya bahwa Sanghyang Tunggal itu adalah, Hyang Nu teu Mangrupa, nu teu Sarua jeung sasaha, nu teu Berwarna, Ayana di Euweuh Euweuhna di aya, Tidak berwujud tapi ada dimana-mana.
Mereka bahkan mengatakan bahwa Tuhan yang umat Muslim sembah, sama dengan Hyang Mereka, Karena “Hyang” itu merupakan penghalusan dari Kata “Hwa”, yang mana HWA itu Tuhanya umat Muslim dan juga Tuhanya Agama-agama Samawi lain, seperti agama Yahudi Tuhanya dikenal dengan sebutan, Ya Hwa.
Hal ini selaras dengan Surat Al Ikhlas, yang berbunyi,”Qul HWAlloh Hu Ahad”, yang artinya, katakakan lah bahwa HWA itu Allah Yang Maha Esa, yang mereka sebut sebagai Sang Hyang Tunggal, Sanghyang Widi Sanghyang Wenang,
Apalagi mereka menyebut bahwa Ageman kami adalah agama Adam, agama kami ngarana “Islam Sunda Wiwitan, Ageman nu rek ngajaga Agama Adam, jika Agama tersebut berasal dan berawal dari Nabi Adam, artinya Agama tersebut adalah Agama Samawi, Agama yang dibawa para Nabi dan Rosul sebagai utusan Allah.
Sepertinya masyarakat Adat Sunda Baduy, ini merupakan satu-satunya Masyarakat Adat yang punya Nabi, yang menganut ajaran ke-Nabian, apalagi ajaran Nabi Adam AS sebagai Nabi pertama, sehingga dengan demikian bisa disimpulkan bahwa sejak pertama ada, Masyarakat Sunda Kuno sudah beragama Samawi, dari nama saja hampir iirip “SLAM” dan “ISLAM”.
Ajaran Islam lain yang selaras dengan Budaya Sunda dan Nusantara antara lain :
Shalat = Sembahyang, menyembah Sang Hyang
Puasa = Tapa, Tirakat dll.
Zakat = Budaya Leuit mengumpulkan padi, Perelek mengumpulkan beras, Hajat Buruan, hajat Panen membagikan Makanan dll.
Wudhu Bersuci = Cikahuripan, budaya sumber mata air ditempat2 Suci.
Tafakur Nabi di Goa-goa = Tapabrata, Nyepi, di Goa2. Dll,
Dimana budaya ritual-ritual ke-Nabian tersebut semua ada dalam Budaya Sunda dan Nusantara, yang sampai hari ini masih kental melekat di Masyarakat, karena sudah mendarah daging menjadi budaya sejak zaman Nenek moyang, justru Budaya tersutb tidak ada di tengah-tengah Masyarakat Timur Tengah yang konon khabarnya sebagai cikal bakal turunnya para Nabi dan Rosul, apalagi dalam budaya Masyarakat Eropa dan Amerika. Makanya salah satu Buku tulisan Karya Anton Charliyan Mengambil judul, “Budaya Sunda Selaras dengan Budaya ke-Nabian”.
Ditempat yang sama, Asda 3 kab Tasik, dalam sambutanya nenyampaikan bahwa Adanya komunitas Budaya merupakan Aset yang sangat besar dalam pengembangan wisata daerah khususnya daerah Tasikmalaya dipasca Covid ini, diharapkan para tokoh Budaya tetap bisa memelihara nilai-nilai Seni Budaya Warisan leluhur.
Saat diwawancarai awak media, Paramitha Rusadhy menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya terhada acara Maulid Nabi yang dilaksanakan di Padepokan Pajajaran, sebagai acara religius keagamaan yang dikemas dengan nuansa Budaya, dirinya berharap agar acara semacam ini terus dilakukan oleh komunitas-komunitas budaya lainya sehingga terjalin persatuan dan kesatuan antara tokoh Budaya dan Agama, hal tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan Abah Anton dan Uyut Sani wijaya.
Dalam kata penutupnya, Anton Charliyan yang juga Mantan Kapolwil Priangan Tahun 2009 ini menegaskan bahw kita semua harus bisa meneladani ajaran Rosullullah, dan khususnya orang Sunda harus mampu menjadi yang terdepan dalam meneladani ajaran-ajaran Rosul tersebut, yang disebut sebagai Sunah Rosul, karena sudah menjadi darah daging orang Sunda dan Nusantara sehingga menjadi Satu Budaya yang melekat pada Masyarakat Sunda se-Nusantara.
Jika manusia Sunda tidak bisa menjadi yang terdepan, artinya termasuk kedalam golongan orang Sunda yang belum faham dan mengerti arti Budaya Sunda itu sendiri, yang sudah terbukti dengan jelas, bahwa Budaya Sunda dan Nusantara selaras dengan Budaya Islam, bahkan selaras dengan budaya-budaya Agama Samawi lainnya, pungkas Abah Anton.
(Eri)