Aceng Syamsul Hadie, S.Sos., M.M., (Pemerhati Media/Pers, Dosen dan Mantan Anggota DPRD tiga periode)
Reformasiaktual.com//Jakarta- Legalitas Wartawan Menurut UU PERS No 40 Tahun 1999. Berawal dari maraknya statement para oknum Dewan Pers yang menyatakan bahwa legalitas Wartawan harus memiliki Sertifikat UKW atau UKJ dari dewan pers dan harus masuk ke Organisasi Wartawan dan perusahaan pers yang sudah terverifikasi oleh Dewan Pers, apabila tidak maka kedudukan Wartawan adalah illegal dan abal abal.
Hal ini telah menimbulkan kecaman dan reaksi dari kelompok mayoritas insan pers, organisasi wartawan dan Perusahaan Pers yang bukan konstituen Dewan Pers, dengan berujung aksi demo besar-besaran dengan mengatasnamakan Koalisi Wartawan Indonesia Bersatoe.
Maka penulis merasa perlu melakukan kajian ilmiah dan akademik, sehingga kajian ini bisa dijadikan acuan atau paling tidak bisa menjadi pembendaharaan ilmu untuk mewujudkan harapan dalam meningkatkan kebebasan pers Indonesia yang mengacu pada paradigma baru yaitu UU Pers No 40 Tahun 1999.
Secara bahasa, wartawan adalah orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita untuk dimuat dalam surat kabar, majalah, radio, dan televisi; juru warta; jurnalis (KBBI).
Didalam UU Pers No 40 Tahun 1999 dalam Pasal 1 ayat 4, 5 dan 6, yaitu: (4) Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik, (5) Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers, (6) Pers nasional adalah pers yang diselenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia.
Yang dimaksud perusahaan pers adalah media pers atau media massa, yang meliputi:
1. Media cetak: surat kabar, tabloid, majalah
2. Media elektronik: radio dan televisi (media penyiaran).
3. Media online: media siber, situs berita.
Begitu juga dalam UU Pers No 40/1999 Pasal 7 ayat 1 dan 2, yaitu: (1) Wartawan bebas memilih organisasi wartawan, (2) Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Dari uraian 2 (dua) pasal diatas, menurut penulis sangat jelas bahwa syarat menjadi wartawan, yaitu:
1. Menguasai Keterampilan Jurnalistik.
2. Mematuhi Etika Jurnalistik.
3. Menjadi anggota organisasi wartawan sesuai pilihan, yang penting organisasi tersebut sudah berbadan hukum.
4. Memilki Kartu Tanda Anggota (KTA) dari perusahaan pers yang sudah berbadan hukum.
Dari 4 (empat) syarat diatas, maka poin 3 dan 4 adalah Legalitas Wartawan menurut hukum, yaitu wartawan menjadi anggota organisasi wartawan dan memiliki Kartu Pers dari Perusahaan Pers yang berbadan hukum, menurut penulis, itu sudah dianggap cukup.
Bukan seperti yang diklaim Dewan Pers, dimana legalitas Wartawan harus memiliki Sertifikat UKW atau UKJ dari dewan pers dan harus masuk ke Organisasi Wartawan dan perusahaan pers yang sudah terverifikasi oleh Dewan Pers, apabila tidak maka kedudukan Wartawan adalah illegal dan abal abal.
Justru klaim dewan pers ini telah menghambat kebebasan pers dan telah memasung hak hak wartawan serta kenyataan di lapangan bahwa dewan pers telah memecah belah persatuan insan pers Nasional.
Sebagai bahan kajian dan telaah, penulis sementara ini melihat bahwa semua produk aturan yang dikeluarkan Dewan Pers tidak ada yang diundangkan dalam lembaran negara, artinya peraturan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak mengikat insan pers Indonesia.
Penulis menganggap bahwa aturan aturan yang dibuat dewan pers telah bertentangan dengan esensi UU Pers No 40 Tahun 1999, dimana amanat UU Pers terhadap dewan pers adalah untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, bukan untuk mempersulit kemerdekaan pers dan bukan untuk memecah belah persatuan insan pers nasional.
Kesimpulan:
Penulis disini menganalisa dan berpendapat;
1. Legalitas Wartawan menurut hukum dan UU Pers, yaitu Wartawan menjadi anggota organisasi wartawan dan memiliki kartu pers dari perusahaan pers yang sudah berbadan hukum.
2. Klaim dewan pers bahwa legalitas wartawan harus memiliki Sertifikat UKW atau UKJ dari dewan pers, serta harus masuk perusahaan pers yang sudah terverifikasi oleh Dewan Pers, itu tidak benar dan terlalu mengada-ada, serta bertentangan dengan tujuan dibentuknya dewan pers menurut UU PERS No 40 Tahun 1999, yaitu untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional.
Penulis Aceng Syamsul Hadie, S.Sos., M.M., (Pemerhati media/pers, Dosen dan Mantan Anggota DPRD tiga periode)
(Tabrani/ Sumber FPII)