Diduga Lambatnya  Penanganan IGD RS Santo Yusup, Pasien Meninggal Dunia Akibat Kehabisan Darah

Daerah1001 Dilihat

 

Reformasiaktual.com//Bandung – Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatannya, hal tersebut sesuai dengan Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Namun, hal tersebut mungkin tidak berlaku kepada Almarhum Hadi, sampai ia menghembuskan nafas terakhirnya di RS Santo Yusup Bandung.

Almarhum diduga ditelantarkan oleh Rumah Sakit hingga meninggal dunia. Informasi tersebut diketahui awak media dari Burhanudin (58) warga Kelurahan Cikutra, Kec. Cibeunying Kidul, Kota Bandung yang tidak lain adalah orang tua Alm. Hadi.

Burhanudin mengatakan bahwa, anaknya telah meninggal dunia setelah dibawa ke Rumah Sakit Santo Yusup Bandung akibat luka yang cukup parah pada tangan kanannya. Diduga anaknya menghembuskan nafas terakhirnya akibat ditelantarkan pihak Rumah Sakit dan tidak segera ditangani secara medis, sehingga kehabisan darah, (23/05/2022).

Saksi mata lain berinisial A yang mengantarkan almarhum juga mengatakan hal yang sama, ia menjelaskan bahwa penanganan Rumah Sakit Santo Yusup sangat lambat dalam menangani pasien. Padahal melihat luka parah yang dialami Almarhum seharusnya ditangani secara cepat dan tepat untuk menghentikan darah yang keluar dari lukanya.

Awak media mencoba datang ke RS Santo Yusup untuk meminta statement Direktur Utama ataupun Humas, namun bertemu dengan Agus yang mengaku sebagai Sekretaris Rumah Sakit Santo Yusup Bandung, itupun setelah difasilitasi oleh security berinisial SY yang juga mengaku sebagai jurnalis di salah satu media.

Dalam pertemuan dengan Agus yang dihadiri oleh beberapa media, Burhanudin sebagai orang tua almarhum sangat merasa kehilangan atas meninggalnya Hadi. Ia juga merasa kecewa dengan pelayanan Rumah Sakit yang terkesan tidak cepat tanggap menangani luka yang dialami anaknya, sehingga anaknya meninggal, ungkapnya (24/05/2022).

Sementara Agus mengatakan bahwa, ia tidak bisa membuat statement apapun karena harus mempelajari rekam medis terlebih dahulu, katanya.

Agus juga mengatakan bahwa, rekam medis itu tidak boleh ditunjukkan atau diberitahukan kepada siapapun karena itu nanti akan disimpan pihak Rumah Sakit, namun kalau diagnosa akan diberitahukan kepada keluarga, jelasnya.

Namun pada kenyataannya, Burhanudin dan keluarga tidak pernah menerima informasi rekam medis ataupun diagnosa sampai berita ini direalease.

Dalam ketentuan pasal 29 Ayat (1) huruf c dijelaskan bahwa Rumah Sakit memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya. Apabila rumah sakit melanggar kewajiban tersebut, maka rumah sakit dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran, teguran tertulis, sampai denda dan pencabutan izin rumah sakit.

Perlu diketahui bahwa, selain patuh terhadap Undang-undang No. 44 tahun 2009, Rumah Sakit juga harus tunduk pada Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, karena dalam pasal 190 ayat (1) dan (2) menjelaskan adanya sanksi pidana bagi Rumah Sakit yang menelantarkan pasiennya.

“Apabila sebuah Rumah Sakit terbukti dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama pada pasien dalam keadaaan gawat darurat, maka pimpinan rumah sakit tersebut terancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah)”, bunyi pasal 190 ayat 1.

Lalu, pada pasal 190 ayat 2 disebutkan ketika hal perbuatan mengakibatkan kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp. 1 miliar.

 

Red//Team Penajournalis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *