MILANGKALA DESA PADA ASIH KE-155, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG BARAT, 15 PASUTRI ISBAT NIKAH GRATIS

DESA527 Dilihat

 

Reformasi aktual.Com // Kabupaten Bandung Barat- Bertahun-tahun pasangan suami isteri (pasutri) di Desa Pada Asih, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, belum mengantongi buku nikah, dengan keadaan itu, Kepala Desa Pada Asih, Deden Mujijat S.iP, dengan kasih sayang kepada masyarakatnya, sekaligus Milangkala Desa Pada Asih ke-155, mengadakan Isbat Nikah, Jum’at, ( 9 / 9 / 2022 )

Kepala Desa Deden Mujijat, menyatakan di kantornya, Menurut dia, ada sejumlah faktor yang membuat banyak pasutri di Desanya tidak memiliki buku nikah. Kebanyakan pasutri itu, menurut Deden menikahnya nikah siri, buku nikahnya hilang, nikahnya dibawah umur ada juga yang memang kurang persyaratan administrasinya juga mungkin dulunya yang penting nikah saja, biasanya karena kekurangan dana, jadi belum mengurus surat nikah,” Ujarnya.

Pemerintah Desa Pada Asih dibantu oleh Pengadilan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat, memfasilitasi penyelenggaraan sidang isbat, Apalagi di Desa Pada Asih, ada donatur yang bersedia membantu warga untuk membiayai proses kepemilikan buku nikah.
“Jadi ada donatur yang mau membantu 15 pasangan supaya punya surat nikah baru, selain Donatur pemerintah Desa Pada Asih juga akan memfasilitasi sidang isbat.

Deden menambahkan, kepemilikan buku nikah cukup penting bagi masyarakat, karena dapat menjadi salah satu syarat administrasi buat pengurusan berbagai hal. “Kalau enggak punya, bisa menghambat pembuatan administasi kependudukan, buat jual beli tanah juga terhambat, buat naik haji sudah jelas,” ujarnya.

Seorang warga, Kino (57) mengaku bersyukur bahwa dengan adanya acara ini dirinya ikut sidang isbat yang difasilitasi oleh Pemerintah Desa Pada Asih dan para donatur, selama ini dia telah menikah beberapa tahun belum memiliki buku nikah, dia mengaku bahwa dulu dirinya cuma menggelar pernikahan secara sederhana.
“Saya masih ingat, dulu menikah pada 23 Juli 1990. Saya cuma nikah secara adat biasa, dulu memang pernah mengajukan buku nikah, waktu itu harus menebus Rp 15.000 ke lebe (penghulu), Sudah ditebus, tapi lebe-nya meninggal dunia, sampai sekarang, enggak jadi lagi buat mengurusnya,” katanya.

Walaupun tidak memiliki buku nikah, kino mengaku tidak mengalami kendala apapun, selain karena tinggal di kampung, tutur dia dan kondisi pada zaman dahulu berbeda dengan sekarang, di mana pengurusan administrasi sudah lebih saklek.

“Dulu kan enggak seperti sekarang, satu syarat saja enggak ada ya enggak bisa bikin surat-surat, sekarang kan buat motor saja harus ada suratnya nikah, Kalau enggak punya buku nikah, sekarang buat kredit motor atau pinjam ke bank kagak bisa, ujarnya.

Journalist Reformasi aktual
( Aan iyus)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *