Reformasiaktual.com//Kab. Kepulauan Selayar (Sulsel) – Proyek Pembangunan Rumah Sakit Umum (RSU) Pratama di Pulau Bonerate Kecamatan Pasi’marannu senilai Rp 42.763.409.000,- diputus kontrak sepihak oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang juga Pengguna Anggaran (PA) pada Dinas Kesehatan Kepulauan Selayar yang dinakhodai oleh dr H Husaini, M.Kes, Selasa 08 Nopember 2022 kemarin. Pemutusan kontrak dilakukan setelah pihak Kejaksaan Negeri selaku pendamping hukum menghadirkan tim ahli dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Pusat yang terdiri dari Tjipto Prasetyo Nugroho, Eko Rinaldo Octavianus dan Agung Ismail.
dr H Husaini selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) kepada media ini usai pemutusan kontrak menyatakan,”Keputusan ini diambil setelah dilakukan SCM atau uji coba I dan II dengan pertimbangan tetap melihat kondisi rill lapangan yang semakin runyam dan kritis. Disamping bobot akhir dari pekerjaan itu oleh pihak Konsultan Pengawas hanya memberikan nilai 7 persen hingga pemutusan kontrak dilakukan. Dan apabila proyek ini dilanjutkan tandas dia, maka akan lebih berat dampak dan rezikonya.
Makanya, walaupun dengan berat hati, PPK menyimpulkan untuk melakukan pemutusan kontrak dengan pihak penyedia PT Sahabat Karya Sejati. Dan saya selaku Pengguna Anggaran (PA) dengan berbagai pertimbangan menyetujui meskipun ini baru sebuah keputusan yang bersifat lisan dan akan ditindaklanjuti secara tertulis. Dan pemutusan kontrak terpaksa harus dilakukan sebab memang deviasinya sudah cukup besar. Sehingga tidak sampai pada SCM III.” dr Husaini menjelaskan.
Berdasarkan regulasi katanya,” Pihak Kejari melalui Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) telah menghadirkan tim ahli dari LKPP Pusat yang memiliki keahlian di Bidang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dengan memaparkan dan memberikan pertimbangan bahwa akan lebih berat reziko dan dampaknya bila proyek ini dilanjutkan.” tutur
Husaini.
Penjelasan Kepala Dinas Kesehatan ini tidak dibantah oleh Konsultan Pengawas PT Primatama Prima Konsultan, Ridwan sekaitan dengan bobot tujuh (7) persen itu. ” Memang bobot pekerjaan sesuai fakta lapangan baru mencapai angka 7 persen.” kata dia.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kepulauan Selayar, Hendra Syarbaini, SH MH yang didampingi Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara, Andri Zulfikar, SH MH ketika dikonfirmasi diruang kerjanya menyatakan,” Melihat kondisi yang semakin kritis serta melihat bobot akhir pekerjaan yang hanya sampai diangka 7 persen sesuai penyampaian konsultan pengawas maka dapat disimpulkan untuk melakukan pemutusan pendampingan hukum dengan Dinas Kesehatan Kepulauan Selayar.
Oleh karena itu, perlu diperjelas kepada publik bahwa yang melakukan pemutusan kontrak bukanlah Kejaksaan akan tetapi PPK. Kejaksaan hanya sebatas pendampingan hukum dengan memberikan saran dan masukan kepada pihak yang terlibat. Jauh sebelum dilakukan pemutusan kontrak oleh PPK, Kejari Selayar selaku pendamping hukum sudah memberikan kesempatan dan masukan, baik kepada PPK dan Kepala Dinas sebagai Pengguna Anggaran. Ketika SCM pertama atau uji coba dilakukan dan kemudian gagal atau tidak mengalami peningkatan maka sudah wajib untuk diputus kontrak. Dan kita sependapat dengan tim ahli dari LKPP Pusat.” imbuhnya.
Namun kami dari pendamping hukum tidak melakukan itu. Tetapi tetap menyerahkan kepada Dinas Kesehatan untuk memberikan kesempatan kepada penyedia dengan harapan pekerjaannya bisa dimaksimalkan. Dan setelah diuji coba yang kedua tetap gagal. Akibat kembali gagal itulah maka langkah atau ruang lain tidak bisa diberikan. Sebab sudah tertutup. Tidak ada pergerakan progres pekerjaan.” pungkas Andri Zulfikar.
Lain halnya dengan Direktur Utama PT Sahabat Karya Sejati. Saat ingin dikonfirmasi, ia malah memilih bungkam dan kabur dari lantai II Kantor Kejaksaan Negeri Selayar di Jl WR Supratman Benteng.
(M. Daeng Siudjung Nyulle)