Reformasiaktual.com // Bukittinggi – Jam gadang Kota Bukittinggi dibangun tanpa menggunakan besi penyangga dan adukan semen, campurannya hanya pasir putih, kapur, dan putih telur.
Jam Gadang selesai dibangun tahun 1926, sebagai hadiah dari Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Arsitektur menara jam ini dirancang oleh Yazid Rajo Mangkuto, sedangkan peletakan batu pertama dilakukan oleh putra pertama Rook Maker yang pada saat itu masih berusia 6 tahun.
Jam Gadang kemudian dijadikan sebagai penanda dan titik nol Kota Bukittinggi. Biaya yang digunakan untuk membangun Jam Gadang sebesar 3.000 gulden pada saat itu.
Jam Gadang merupakan sebutan menara yang di keempat sisinya ada jam besar, dengan diameter masing-masing 80 cm. Jam Gadang ini terletak di pusat kota Bukittinggi, sehingga akses nya mudah dijangkau.
Jam Gadang berada di tanah seluas (13 x 4) meter, dengan tinggi bangunan 26 meter.
Jam tersebut didatangkan langsung dari Rotterdam, Belanda melalui pelabuhan Teluk Bayur dan digerakkan secara mekanik oleh mesin yang hanya dibuat 2 unit di dunia, yaitu Jam Gadang itu sendiri dan Big Ben di London, Inggris.
Dikutip dari Data Pemerintah Kota Bukittinggi, melalui Website Kominfo Kota Bukittinggi.
Pada saat ini Jam Gadang digunakan juga untuk event “PEDATI” yang ke 12 dalam menyambut Ulang Tahun Kota Bukittinggi yang ke 238 yang jatuh pada tanggal 22 Desember 2022 yang dilaksanakan tanggal 15 – 31 Desember 2022, yang merupakan Pentas Budaya Seni Pameran Dagang dan Industri.
Jam Gadang merupakan salah satu rekomendasi objek wisata yang patut dikunjungi, baik wisatawan lokal maupun mancanegara.
(Adju)