Kejati Sulsel Tetapkan Eks Kepala BPKD Takalar, Tersangka Kasus Dugaan Penyimpangan Penetapan Harga Jual Pasir Laut Tahun 2020

APH320 Dilihat

ReformasiAktual.com//, MAKASSAR – Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan hari ini, Kamis 30 Maret 2023 telah menaikkan status seorang saksi yang berinisial GM menjadi tersangka dalam perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dugaan penyimpangan Penetapan Nilai Pasar atau Harga Dasar Pasir Laut pada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Kabupaten Takalar pada kegiatan penambangan pasir laut tahun 2020. Penetapan tersangka GM selaku mantan Kepala BPKD Takalar ini didasarkan pada Surat Penetapan Tersangka oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulsel Nomor : 67/P.4/Fd.1/03/2023 bertanggal 30 Maret 2023.” ungkap Leonard Eben Ezer Simanjuntak, SH MH selaku Kajati Sulsel kepada sejumlah awak media siang tadi di Makassar.

       Penetapan tersangka GM lanjut Kajati, setelah Penyidik Kejati Sulsel memperoleh dua alat bukti sah seperti telah diatur pada Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasca penetapan tersangka, penyidik kemudian melakukan pemeriksaan kesehatan melalui Tim Dokter dari Dinas Kesehatan Kota Makassar dengan menyatakan bahwa tersangka GM dalam keadaan sehat dan tidak dalam kondisi Covid. 

        Penahanan tersangka GM didasarkan pada Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor : Print- 57/P.4.5/Fd.1/03/2023 tanggal 30 Maret 2023 untuk 20 hari, terhitung sejak 30 Maret hingga 18 April 2023 di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Makassar Propinsi Sulawesi Selatan.” Leonard menambahkan.

        Adapun kasus yang menjerat dan menjadikan diri mantan Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Takalar sebagai tersangka bahwa pada sekitar Februari 2020 lalu, diwilayah perairan Galesong Utara dilakukan kegiatan pertambangan mineral bukan logam dan batuan berupa pengerukan pasir laut oleh PT BOSKALIS INTERNASIONAL INDONESIA dalam wilayah konsesi milik PT ALEFU KARYA MAKMUR dan PT BANTENG LAUT INDONESIA.

       Hasil dari penambangan pasir laut itu sambungnya, kemudian digunakan untuk mereklamasi pantai di Kota Makassar untuk Proyek Pembangunan Makassar New Port Phase 1B dan 1C. Dalam melakukan penambangan pasir laut, pemilik konsesi PT ALEFU KARYA MAKMUR dan PT BANTENG LAUT INDONESIA telah diberikan harga nilai pasar atau harga dasar pasir laut oleh Kepala BPKD Takalar berdasarkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) yang diterbitkan oleh Kepala BPKD Takalar dengan menggunakan nilai harga pasar atau harga dasar pasir laut sebesar Rp 7.500,00 /m3 yang nilainya bertentangan dan tidak sesuai dengan nilai harga pasar seperti telah diatur dalam Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor : 1417/VI/Tahun 2020 mengenai Penerapan Harga Patokan Mineral Bukan Logam dan Batuan dalam wilayah Prop Sulsel. Dan juga pada Pasal 5 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor : 09a tahun 2017 tanggal 16 Mei 2017 tentang Pelaksanaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan serta Pasal 6 ayat (3) Peraturan Bupati Takalar Nomor : 27 Tahun 2020 tanggal 25 September 2020 mengenai Tata Cara Pengelolaan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan dengan menetapkan sebesar Rp 10.000,00/m3 sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan nilai harga pasar pasir laut pada SKPD yang diterbitkan oleh tersangka GM.

        Akibat dari penyimpangan yang terjadi pada penetapan nilai harga pasar telah mengakibatkan Pemda Kabupaten Takalar mengalami kerugian dengan nilai total Rp 7.061.343.713,00. Nilai kerugian ini sesuai dengan Laporan Hasil Pemeriksaan dan Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara atas Penyimpangan Penetapan Harga Jual Pasir Laut pada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) setempat pada kegiatan penambangan pasir laut tahun 2020 Nomor : 700.04/751/B.V/ITPROP bertanggal 3 Februari 2023.

       Terkait pasal yang disangkakan untuk primair adalah Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor : 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU RI Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sedangkan untuk subsidairnya kata Kajati, adalah Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor : 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo UU RI Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor : 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana paling sedikit 4 tahun dan paling lama 20 tahun penjara. Denda paling rendah Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.” kunci Leonard. (M. Daeng Siudjung Nyulle/Humas Kejati Sulsel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *