Intimidasi Hapus Video, Oknum Satpam Siloam Dinilai Langgar UU Pers

Daerah166 Dilihat


Gambar Ilustrasi

MAKASSAR, ReformasiAktual.com – Wakil Ketua Bidang Organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Sulawesi Selatan, H Manaf Rachman menyikapi dugaan intimidasi penghapusan pengambilan gambar video oleh wartawan yang dilakukan salah seorang oknum  security Rumah Sakit Siloam Makassar diruang publik RS, Rabu 18/10/2023 kemarin.

Manaf Rachman menyatakan,” Profesi wartawan itu bertugas dan bekerja dilindungi oleh negara melalui Undang-Undang Pers Nomor : 40 Tahun 1999. Karena wartawan itu bekerja dengan mencari berita demi untuk  kepentingan publik.

”Tugas wartawan itu mengambil gambar, video dan atau foto untuk kepentingan publik. Olenya itu, semua instansi pemerintah maupun swasta  mestinya mengerti dan memahami bahwa wartawan dalam bekerja, itu dilindungi UU sehingga tidak bisa atau jangan dibatasi,” ujar H Manaf saat dimintai tanggapan oleh sejumlah wartawan terkait kasus dugaan intimidasi  Satpam RS Siloam Makassar,  Jum’at, 20/10/23 kemarin.

Lanjut H Manaf, mengusir atau mengintimidasi wartawan saat melaksanakan tugas jurnalistik itu  bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yakni Pasal 18 ayat (1) UU Pers yang menegaskan,” Menghalangi  wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 500 juta. “Itu sangat jelas aturannya,” kata dia.

Kalaupun ada larangan peliputan disuatu area, maka perlu dibuatkan papan bicara pelarangan, baik di dalam ruangan ataupun di luar ruangan agar jelas. Karena
wartawan juga, kata Manaf, tidak akan ceroboh dalam mengambil gambar atau video, jika sudah ada tulisan larangan di ruang publik, karena wartawan juga memahami itu melanggar  etika jurnalistik.” tegasnya.

“Terkait persoalan Satpam Rumah Sakit yang seenaknya memerintahkan penghapusan hasil liputan wartawan yang notabene adalah produk Jurnalis, itu dianggap tak etis dan dapat dikategorikan melanggar Pasal 18 UU 40 Tahun 1999 tentang kebebasan Pers. Sehingga tidak ada satupun yang berhak menghapus video hasil rekaman apalagi dengan cara intimidasi. Kecuali ada keterkaitan dengan masalah keamanan dalam negeri atau keamanan nasional itu bisa dilakukan,” ujarnya. 

Lebih jauh Manaf mengatakan,” Terkait kasus oknum Satpam, maka  perlu dilihat lebih dahulu duduk perkaranya. Jikalau wartawan sudah bekerja  sesuai dengan prosedur peliputan yang dilaksanakan di lapangan dan wartawan yang bersangkutan tidak melanggar etika, maka sah-sah saja melakukan peliputan atau mengambil gambar atau video.
Sebaliknya jika seorang security yang ditugaskan untuk menjaga keamanan rumah sakit, maka  seharusnya pengelola Rumah Sakit membuat papan bicara di tempat terbuka.

Memang salah jika papan bicara itu semula disimpan di dalam ruangan rumah sakit dan ketika wartawan sudah mengambil gambar video, dan seketika itu  Satpam mengeluarkan larangan papan bicara itu ke areal terbuka rumah sakit.
Hal inilah  yang membuat wartawan bingung di lapangan, karena semula tidak ada larangan papan bicara mengambil gambar atau video, tapi Satpam ngotot melarang, maka muncullah masalah yang berbuntut pada tindakan intimidasi yang arogan dari Satpam untuk menghapus video atau gambar.

”Jadi, kalau soal penghapusan gambar video wartawan,  saya kira bukan wewenang dari seorang oknum  Satpam Rumah Sakit, dan kalau itu dilanggar maka oknum Satpam itu  sama halnya menghalangi tugas dan kerja wartawan dan itu merupakan  pelanggaran terhadap kerja-kerja pers yang ada unsur pelanggaran hukum, yang harus dilaporkan kepada pihak yang berwajib.” ujarnya.
Seorang security tak berhak meminta untuk menghapus gambar video wartawan, karena itu melanggar UU Pers meskipun seorang oknum Satpam berkilah mengaku bertugas menjalankan aturan standar rumah sakit bertaraf internasional.
Olehnya itu H Manaf berharap agar kasus oknum Satpam RS Siloan  yang ditengarai mengintimidasi untuk menghapus video bisa cepat ditangani kepolisian dengan harapan jajaran Polda Sulsel bisa memberi atensi untuk menangani kasus ini sesuai prosedur, sehingga kasus seperti ini  tidak terulang di kemudian hari. ” tandasnya.

Terlebih lagi Kapolda Sulsel, Irjen Pol Setyo Boedi Moempoeni Harso, SH, M.Hum mengakui bahwa tugas-tugas para jurnalis sangat berperan dalam memberikan informasi positif, seperti diungkapkan pada acara silaturahmi awak media belum lama ini yang  mengharapkan agar wartawan bisa bersinergi membangun informasi yang positif dan adem, tidak membuat berita hoaks yang bisa meresahkan masyarakat jelang tahun politik dan Pemilu 2024,” ujarnya.

(M. Daeng Siudjung Nyulle)