Reformasiaktual.com//Kabupaten Bandung (PenaJournalist.com) – Pemerintah Kabupaten Bandung kembali meluncurkan terobosan baru untuk mempercepat pembangunan di wilayah kelurahan melalui Program Sinergitas Pembangunan Kelurahan Bedas (PSPKB). Program ini diluncurkan pada tahun 2024 dengan tujuan menciptakan kesetaraan dalam pembangunan antara desa dan kelurahan di Kabupaten Bandung.
PSPKB merupakan inovasi yang melibatkan masyarakat secara aktif, di mana sinergitas kinerja aparatur pemerintahan dengan lembaga kemasyarakatan kelurahan dioptimalkan. Program ini mencakup pembangunan sarana dan prasarana serta pemberdayaan masyarakat dengan alokasi anggaran minimal Rp 100 juta per Rukun Warga (RW) di setiap kelurahan. Secara keseluruhan, Pemkab Bandung telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 17,6 miliar untuk 176 RW di 10 kelurahan.
Kegiatan PSPKB memiliki ruang lingkup yang luas, meliputi penguatan kelembagaan, infrastruktur, sosial kemasyarakatan, kepemudaan, dan ekonomi. Berdasarkan Peraturan Bupati Bandung Nomor 249 tahun 2023, pengelolaan anggaran PSPKB dipegang oleh kelurahan, yang kemudian mendistribusikan dan melaksanakan anggaran tersebut berdasarkan usulan warga dan musyawarah kelurahan.
Namun demikian, pelaksanaan PSPKB tidak berjalan mulus. Sejumlah polemik muncul di tengah masyarakat kelurahan di Kabupaten Bandung. Beberapa warga menilai program ini lebih berbau kampanye politik, mengingat peluncurannya berdekatan dengan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.
Selain itu, dugaan penyalahgunaan anggaran juga mencuat, di mana program PSPKB disebut-sebut tidak sesuai aturan dan keperuntukannya. Beberapa warga bahkan melaporkan adanya pungutan swadaya yang terkesan dipaksakan, serta kurangnya transparansi dalam pengelolaan anggaran.
Menurut sumber terpercaya, di Kelurahan Manggahang Kecamatan Baleendah Kab. Bandung, ada dugaan setoran sebesar Rp 4 juta dari masing-masing Pokmas kepada oknum kelurahan untuk dibagi-bagi. Kondisi ini semakin memperburuk citra program yang seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat.
Beberapa media telah menyoroti program ini dan melakukan investigasi langsung ke lapangan. Namun, hal ini rupanya menimbulkan reaksi negatif dari seorang lurah yang diduga terlibat dalam penyalahgunaan anggaran. Lurah tersebut melontarkan kata-kata kasar kepada salah seorang wartawati yang tengah menjalankan tugasnya.
“Sia Goblok,” ujar lurah tersebut dengan nada geram, yang kemudian mengulangi pernyataan tersebut kepada jurnalis yang sama.
Lalu wartawati itu kembali mempertanyakan kepada lurah tersebut melalui WhatsApp dengan suara di-loadspeaker yang disaksikan sejumlah wartawan termasuk suaminya. “Apa Maksud dan tujuan Pak Lurah berkata kasar seperti itu?” ujar wartawati, namun sang Lurah tidak menjawabnya dan langsung mematikan HP-nya.
Tindakan ini memicu kecaman dari berbagai pihak, yang menilai bahwa intimidasi dan teror mental terhadap wartawan adalah tindakan yang tidak pantas dilakukan oleh seorang pejabat publik. Hingga berita ini diturunkan, lurah yang bersangkutan belum bersedia memberikan konfirmasi terkait insiden tersebut. *(Tim Liputan)