Begini Tanggapan Pihak Kecamatan Ngamprah dan BPN KBB Terkait Dugaan Pungutan Biaya PTSL Oleh Panitia di Desa Ngamprah KBB

Daerah23 Dilihat

Pewarta : AGUS NUGROHO

Reformasiaktual.com//BANDUNG BARAT – Menindaklanjuti statemen dari Panitia PTSL desa Ngamprah kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung, Dedi yang diduga mengatakan bahwa pembuatan SKW yang berbayar awak media mencoba sambangi kecamatan Ngamprah dan kantor Dinas BPN/ATR kabupaten Bandung Barat.

Saat dikecamatan Ngamprah awak media ditemui oleh kasipem kecamatan Herdy yang menerangkan bahwa PTSL adalah program nasional program BPN langsung dengan pihak desa dan tidak melalui kecamatan.

“Kita ngobrol perihal PTSL itu jelas program nasional program BPN langsung dengan pihak desa dan tidak melalui kecamatan, kita sempat mempertanyakan kepada panitia PTSL di desa ngamprah kebetulan saya menanyakan ke panitia PTSL ate, kenapa biaya PTSL biaya nya melebihi SKB 3 Mentri,” terangnya.

Menurut keterangan panitia PTSL ini tidak semuanya flat dan dasar surat tanah warga beda-beda untuk melengkapi persyaratan maka dibutuhkan tambahan biaya.

“Terkait pembuatan SKW pihak kecamatan tidak pernah mematok biaya sama sekali, bahkan dengan adanya kemudahan dari pemerintah pembuatan SKW hanya cukup di desa saja tidak perlu kecamatan,” tambahnya.

Awak media tidak berhenti hanya sampai kecamatan saja, untuk mendapatkan penjelasan lebih mendalam, awak media juga melakukan konfirmasi perihal PTSL desa ngamprah pada dinas BPN/ATR kabupaten Bandung Barat.

Di kantor dinas BPN/ATR awak media bertemu dengan bagian ketua team satu ketua PTSL BPN untuk desa ngamprah, Deni yang menyanggah semua keterangan Kadus Dedi tentang amplop untuk biaya pengukuran tersebut.

“Pihak BPN tidak ada pungutan sama sekali nol rupiah untuk biaya yang di sepakati SKB 3 Mentri pun pihak desa yang mengelola,” tegasnya.

Seperti yang pernah diberitakan sebelumnya seorang warga desa Ngamprah kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat mengeluhkan biaya pembuatan PTSL yang menurutnya tidak sesuai dengan informasi yang dikeluarkan pemerintah.

Salah satu warga setempat inisial X pada awak media menceritakan, bahwa pihak desa memang memberikan info kalau biaya PTSL itu Rp 150 ribu, tapi kenyataannya berbeda saat dilapangan.

“Memang benar pihak desa menerangkan biaya PTSL itu sebesar Rp.150 ribu akan tetapi saat dilapangan panitia menarif biaya PTSL yang berdasar awalnya tanah AJB sebesar Rp.250 ribu, dan bila dasar awal tanahnya Kikitir dikenakan Rp 400 ribu, dan yang ingin prosesnya lebih cepat bisa didahulukan dengan biaya Rp.1 juta,” terangnya.

Warga tersebut juga mendapatkan info dari pihak desa bahwa kelebihan uangnya akan digunakan untuk operasional desa dan untuk memberi amplop pada pegawai BPN yang melakukan pengukuran.

Awak media sempat melakukan konfirmasi pada warga lainnya yang ikut dalam program PTSL tersebut, dan ada salah satu warga yang sudah beres sertifikatnya tapi kecewa dengan hasil yang terjadi karena ada kesalahan pada luas tanah yang tertera di sertifikat.

“Yang saya salah luas tanah yang tertera di sertifikat, saya sudah coba tanyakan pada pihak RW dan minta di betulkan, tapi pihak RW mengatakan untuk membetulkan itu dikenakan biaya lagi Rp.500 ribu,” jelasnya.

Awak media melanjutkan konfirmasi langsung ke kantor desa Ngamprah pada Senin 21 Oktober 2024, di kantor desa awak media hanya ditemui oleh staf desa yang mengatakan bahwa kades sedang diluar kantor, serta menyarankan untuk konfirmasi ke pihak panitia PTSL yang bernama Dedi (yang juga menjabat sebagai Kadus).

Dedi yang diketahui sebagai panitia PTSL diwilayah tersebut, sempat membingungkan awak media dengan penjelasan yang dia sampaikan, dia meminta awak media tidak boleh terpancing dengan asumsi nilai nominal yang disampaikan warga, menurutnya dasar program PTSL tidaklah sama dan masyarakat tidak mau tahu.

“Ketika kita berbicara yuridis bicara nya jangan terpancing dengan asumsi yang tadi Rp 250 ribu sampai Rp 1juta, bapak harus mengalami, wah luar biasa pak, karena program PTSL ini dasarnya tidak sama semua, sementara warga masyarakat tidak mau tau, yang terdengar oleh warga gratis hanya di kenakan maksimal Rp.150 ribu, bapak dapat aduan dari masyarakat yang mana bilang 1juta? Bisa lebih lho pak jangan salah,” terangnya pada awak media.

Kalo untuk mengacu pada PTSL itu lanjut Dedi, dengan syarat dasanya giri, Ireda, blangko, segel, Kikitir, atau AJB, kalau dasarnya zonk (kosong) dia juga mengaku bingung, membuat dasar PTSL menurut Dedi itu adalah hal yang sangat sulit.

“Ketika bikin SKW apa gratis sama bu Camat?,” kata Dedi.

Dengan biaya Rp 150 ribu yang ditentukan pemerintah, Dedi balik bertanya pada awak media, kalau dasarnya Zonk apa bisa proses dengan biaya tersebut, bahkan Dedi juga menantang awak media untuk konfirmasi ke pihak BPN dan Kementerian untuk kejelasannya.

“Sekarang saya balik tanya kalo yang dasar nya zonk apa bisa dengan biaya Rp.150 ribu? Jangan selalu mencari kesalahan pihak desa, coba periksa BPNnya sekalian kementeriannya harus jelas donk,” tandasnya.

Aturan mengenai biaya PTSL tertera dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri (Menteri ATR/BPN, Mendagri, dan Menteri PDTT), untuk wilayah Kategori V (Jawa dan Bali) sebesar Rp150.000.

Oleh sebabnya, jika ada oknum yang memungut lebih dari angka tersebut bisa dikenakan hukuman.

Selain biaya, dalam SKB 3 Menteri ini juga dapat disebutkan bahwa biaya tersebut digunakan untuk membiayai tiga kegiatan pemdes dalam persiapan PTSL.

Adapun kegiatan yang dimaksud meliputi penyiapan dokumen, pengadaan patok dan materai, serta operasional petugas desa/kelurahan.

Red