NAFAS IMAJI “LINTASAN ESTETIK DAN METAFISIK DALAM PERESMIAN SANGGAR SENI NOIR LAMPUNG TENGAH”

Entertainment27 Dilihat

Lampung Tengah//reformasiaktual.com– Pada tanggal 27-28 Desember 2024, Kaira Kafe di Kecamatan Kalirejo, Kabupaten Lampung Tengah, provinsi Lampung menjadi locus magnum dari perayaan estetika dengan digelarnya perhelatan monumental bertajuk “Nafas Imaji”.Acara ini tidak hanya sekadar menjadi sebuah pameran lukis perdana, tetapi juga sebuah momen penanda berdirinya Sanggar Seni dan Budaya Noir Lampung Tengah—institusi seni yang lahir dari hasrat sublim seorang seniman muda, Ikhtiar Putra Pratama, untuk menyelaraskan keindahan dengan pencarian makna eksistensial seni dalam konteks lokalitas Lampung.

Dalam perjalanan membangun sanggar ini, adalah Ikhtiar dibantu oleh dua kolaborator utama, Asep Sugiarto dari Kelompok Studi Kader (KLASIKA) dan Indriani Safitri dari PKC PMII Lampung, serta teman-teman seperti Aditiatara, Miftahul Munir, dan berbagai komunitas seni seperti Komunitas Seni Lima Rasa, Komunitas Biru Darmajaya, UKMBS Semauri Pringsewu, UKMBS Malahayati, serta Karang Taruna Brajamusti Kalirejo.

Tema “Nafas Imaji” dipilih untuk merepresentasikan spirit dari kegiatan ini sebagai perayaan seni yang menghembuskan kehidupan baru dalam dunia imajinasi dan kreativitas. “Nafas” melambangkan energi vital yang menghidupkan seni sebagai ekspresi jiwa, sementara “Imaji” mengacu pada gagasan-gagasan visual dan konseptual yang menjadi dasar dari karya seni.Tema ini sekaligus menjadi simbol regenerasi dan kebebasan dalam menciptakan seni tanpa batasan—sebuah pernyataan bahwa seni adalah bagian esensial dari kehidupan, yang dapat diakses, dihayati, dan dinikmati oleh siapa saja.

Menurut Ikhtiar Putra Pratama, tema ini juga mencerminkan hubungan mendalam antara seni dan eksistensi manusia.

“Kami ingin mengingatkan bahwa seni adalah nafas kehidupan, yang membantu kita memahami dunia dan diri kita sendiri melalui imajinasi. Seni tidak hanya soal keindahan, tetapi juga soal keberanian untuk bermimpi, berefleksi, dan berubah,” ungkapnya.

Dengan tema ini, Nafas Imaji mengusung visi untuk mendorong audiens mengapresiasi seni tidak hanya sebagai sesuatu yang estetis, tetapi juga sebagai medium transformasi kultural dan spiritual.

Pemilihan Kaira Kafe sebagai venue acara ini bukan tanpa alasan,Ikhtiar Putra Pratama bersama timnya ingin mematahkan stereotip bahwa seni hanya layak dirayakan di ruang-ruang formal.Kaira Kafe, dengan atmosfer santai dan terbuka, memberikan ruang egaliter yang memungkinkan interaksi tanpa sekat antara seniman dan audiens.

“Kami ingin seni menjadi pengalaman universal, di mana setiap orang dapat merasakan keindahan tanpa tekanan sosial atau formalitas ruang,” tambah Ikhtiar.

Pendekatan ini mencerminkan semangat kesetaraan, menempatkan seni sebagai elemen yang membumi dan dapat diakses oleh siapa saja.

Hari pertama Nafas Imaji menjadi ruang artikulasi transendensi artistik dengan pameran lukisan yang mempertemukan karya dari berbagai komunitas seni seperti Komunitas Seni Lima Rasa Bandar Lampung, Komunitas Biru Darmajaya Bandar Lampung, dan UKMBS Semauri Pringsewu.Tiap karya yang ditampilkan menggambarkan dialektika antara subyektivitas pencipta dengan zeitgeist masyarakat modern, seolah menegaskan tesis bahwa seni adalah refleksi pergulatan manusia dengan yang real dan yang ideal.Tidak berhenti pada kontemplasi visual, audiens juga diajak menyelami kedalaman ekspresi musikal.

Ahmad Fajri, seorang virtuoso gitar tunggal Lampung asal Pesawaran, membuka pementasan dengan komposisi yang mencerminkan sintesis antara tradisi dan inovasi. Kemudian, Kaira Band dan Arusha Band, dengan estetika musikal mereka yang beragam, menciptakan sebuah pengalaman akustik yang melibatkan rasa dan intuisi. Pertunjukan live painting oleh Arya Atmaja, Ketua Departemen Rupa Sanggar Seni Noir, menjadi semacam proses performatif yang menghadirkan seni sebagai fenomena yang lahir di antara tangan pencipta dan tatapan penonton.

Hari kedua dibuka dengan narasi filosofis dari Ikhtiar Putra Pratama, yang mengartikulasikan raison d’être Sanggar Seni Noir.Sanggar ini didirikan sebagai oase bagi pemuda berbakat, sebuah polis seni di mana individu-individu dengan minat dan bakat di bidang seni dapat menemukan ruang untuk bereksperimen, berdialog, dan berkembang.

Pernyataan ini mengandung resonansi Heideggerian, di mana seni dipandang sebagai “aletheia”—kebenaran yang terbuka, yang memungkinkan manusia melihat dirinya sendiri dalam cermin estetika.Setelah pengantar penuh makna, panggung kembali hidup dengan penampilan Ruang Sempit, grup band folk indie yang lirik-liriknya menembus kedalaman eksistensi manusia.Kemudian, Balconies, grup band alternative rock asal Bandar Lampung, menghadirkan dinamika musikal yang merangkum paradoks antara kehancuran dan pembaruan. Pertunjukan seni rupa kembali menjadi sorotan dengan live painting oleh Galih Dwi Prasetyo serta live screen printing oleh Ramonest Art dari Pringsewu. Ketua pelaksana acara ini adalah Chandra dan Galih.Kesuksesan Nafas Imaji tidak terlepas dari kontribusi para kolaborator, baik seniman maupun komunitas pendukung.

Dukungan dari Asep Sugiarto (KLASIKA), Indriani Safitri (PKC PMII Lampung), Aditiatara, Miftahul Munir, Komunitas Seni Lima Rasa, Komunitas Biru Darmajaya, UKMBS Semauri Pringsewu, UKMBS Malahayati, dan Karang Taruna Brajamusti Kalirejo menjadi fondasi penting yang memperkuat penyelenggaraan acara ini, membuktikan bahwa kolaborasi lintas komunitas dapat menciptakan harmoni yang mempersatukan semangat kreatif lokal.

Nafas Imaji bukan sekadar peristiwa seni; ia adalah sebuah upaya ontologis untuk mendefinisikan ulang hubungan manusia dengan realitas, melalui prisma seni dan budaya. Dalam lintasan historis seni di Lampung Tengah, Nafas Imaji akan selalu dikenang sebagai momen di mana seni, budaya, dan filosofi bersatu dalam sebuah simfoni harmoni yang abadi.

(Team/rilis)