Majalengka//ReformasiAktual.com | 10 Juli 2025
Muncul dugaan praktik pencetakan ijazah oleh pihak ketiga di lingkungan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di bawah naungan Dinas Pendidikan Kabupaten Majalengka. Padahal, berdasarkan aturan terbaru, pencetakan ijazah seharusnya hanya dilakukan oleh satuan pendidikan yang telah terakreditasi dan tidak boleh dikelola oleh pihak eksternal.
Mengacu pada Permendikbudristek Nomor 58 Tahun 2024, ditegaskan bahwa penerbitan dan pencetakan ijazah merupakan kewenangan eksklusif satuan pendidikan, bukan pihak luar. Mulai tahun 2025, setiap sekolah yang sudah terakreditasi diwajibkan mencetak ijazah secara mandiri, termasuk dalam bentuk elektronik (e-ijazah), guna menjamin keaslian dan keamanan dokumen pendidikan tersebut.
Namun, situasi di lapangan tampaknya tidak sepenuhnya mengikuti ketentuan ini.
Sumber Internal: Ijazah Dicetak Oleh Pihak Ketiga
Seorang sumber yang enggan disebutkan namanya menyatakan bahwa sejumlah SMP di Kabupaten Majalengka justru menyerahkan proses pencetakan ijazah ke pihak ketiga. Dugaan ini menimbulkan kekhawatiran mengenai validitas dokumen resmi tersebut dan kemungkinan pelanggaran hukum.
Saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Majalengka, H. Memet, tidak membantah kabar tersebut. Ia mengaku pencetakan oleh pihak ketiga dilakukan karena sekolah-sekolah belum memiliki peralatan cetak yang memadai.
“Itu sah-sah saja, karena sekolah belum punya printer khusus yang sesuai untuk mencetak ijazah,” ujar H. Memet kepada jurnalis Reformasi Aktual.
Hal senada disampaikan oleh Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) SMP Kabupaten Majalengka, Pak Reja. Menurutnya, keputusan untuk menggunakan jasa pihak ketiga merupakan hasil musyawarah bersama antar sekolah, dan disebut mengikuti arahan dari atasan.
“Itu sudah hasil musyawarah, dan pembiayaannya berkisar antara Rp7.000 hingga Rp10.000 per ijazah. Jumlah siswa SMP baik negeri maupun swasta lebih dari 7.000 orang,” jelasnya.
Sejumlah pemerhati pendidikan dan pakar hukum menilai, jika pencetakan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memiliki kewenangan, maka hal itu bisa dikategorikan sebagai pelanggaran hukum atau bahkan pemalsuan dokumen negara.
“Ijazah adalah dokumen resmi negara. Jika dicetak oleh pihak yang tidak berwenang, berpotensi masuk dalam kategori pidana,” ujar salah satu pakar hukum pendidikan nasional.
Meski pihak Dinas Pendidikan berdalih soal keterbatasan fasilitas, pelimpahan kewenangan pencetakan ke pihak luar tetap bertentangan dengan Permendikbudristek. Pemerintah pusat mengatur bahwa satuan pendidikan yang belum memiliki perangkat penunjang harus berkoordinasi dengan Dinas, bukan mengalihkan ke vendor luar.
Kasus ini menjadi penting untuk ditindaklanjuti oleh aparat berwenang, termasuk Inspektorat Daerah dan Ombudsman, guna memastikan keabsahan ijazah dan perlindungan hak siswa.
Tim Reformasi Aktual akan terus memantau perkembangan kasus ini dan membuka ruang klarifikasi dari pihak terkait. Jika Anda memiliki informasi tambahan seputar praktik serupa di wilayah lain, hubungi redaksi kami secara langsung.
Gunawan