Reformasiaktual.com//Kabupaten Bandung Barat-
Bangsa Indonesia yang pluralisme memiliki keanekaragaman ragam kearifan lokal, banyak budaya lokal dan tradisional yang masih terjaga kelestariannya, walaupun di era globalisasi dan digitalisasi tetap eksis menjadikan budaya sebagai identitas.
Sebagaimana halnya yang dilakukan Perkumpulan Petani Pemakai Air (PPPA) serta masyarakat dua Desa, yakni Desa Padaasih Kecamatan Cisarua dan Desa Cihanjuang Kecamatan Parongpong, pada Minggu (29/10/2023) menggelar Kegiatan “Hajat Cai” (pesta air).
Pada kesempatan tersebut hadir kepala desa Padaasih, Deden Mujijat, Perwakilan dari desa Cihanjuang, Sekdes Aep Gozali serta Kadus Entis, Ketua PPPA, Yayat dan Endi, Babinsa juga para petani dari dua desa.
Pelaksanaan Hajat Cai dipusatkan acaranya di titik lokasi irigasi Nangorak, yang mana irigasi tersebut merupakan muaranya sistem pengairan budidaya menuju dua desa.
Hajat Cai pada hakikatnya adalah bentuk rasa syukur masyarakat khususnya para petani pertanian dan perkebunan kepada sang Khaliq Allah SWT atas hasil panen setiap tahunnya.
Deden Mujijat, mengatakan Hajat Cai merupakan salah satu warisan budaya tradisi para leluhur (karuhun) sejak terdahulu, tidak boleh ditinggalkan dan harus tetap dilestarikan, sebagai warisan kepada anak cucu, karena adat tradisi sangat bermakna sakral bagi orang sunda.
Peran air irigasi Nangorak, terang Deden tergolong vital karena berperan besar menghemat pengeluaran keluarga yang tinggal di sekitarnya khususnya para petani, sehingga apabila tidak ada mata air irigasi Nangorak entah bagaimana jadinya.
Saat ini, irigasi Nangorak, tidak sekadar anugerah bagi para petani sejak lama, namun juga sebagian pasokannya dapat menghidupi masyarakat, berguna untuk keperluan makan, minum, memasak, dan kegiatan rutinitas lainnya.
“Semoga dengan adanya acara hajat cai ini persatuan para petani makin kuat dan bila ada sesuatu hal, mari kita bicarakan bersama- sama,” tuturnya.
Ditempat sama Ketua PPPA Desa Cihanjuang, Endi senada menambahkan umumnya setiap acara Hajat Cai selalu dihiasi oleh hiburan kesenian daerahnya masing-masing, khususnya di acara tersebut di hiasi dengan kesenian tradisional Sunda.
“Ditemani musik kesenian tradisional Sunda, para petani berbagi sukacita dan syukur dilimpahi banyak air dalam acara tahunan, Hajat Cai warga terhanyut dalam kegembiraan akan air yang tetap bertahan walaupun di musim kemarau panjang kali ini,” kata Endi.
Hajat cai, lanjut Endi bukan sekadar acara hura-hura, namun bentuk perasaan syukur yang dikemas acara adat istiadat, sehingga sebelum acara, dipanjatkan doa kepada Ilahi sebagai syukur atas nikmat dan berkah air melimpah.
“Kendati dimusim kemarau saat ini tidak banyak daerah mendapatkan keistimewaan ini. Kami, khususnya para petani jelas harus berterima kasih dengan berkah ini,” pungkasnya.
.(Asker RA)