Kasus Sengketa Tanah Hamrawati, Penggugat Gunakan Surat Palsu

Hukrim566 Dilihat

 

Reformasiaktual.com//Makassar ( Sulsel ) – 3 Hakim yang menangani kasus sengketa tanah di tingkat pertama antara Penggugat A. Baso Matutu melawan Tergugat I Ahli Waris Hamat Yusuf dalam hal ini Saladin Hamat Yusuf, dkk terbukti menghilangkan 12 alat bukti dari pihak Ahli Waris Hamat Yusuf.

Hal tersebut disampaikan oleh Kuasa Hukum Ahli Waris Hamat Yusuf, Drs. Muh Alif Hamat Yusuf, SH saat menggelar konferensi pers di Lantai 2 Gedung Hamrawati, Minggu pagi (06/02).

Drs. Muh Alif Hamat Yusuf, SH. yang juga sebagai ahli waris dari Hamat Yusuf mengatakan, dalam perkara perdata No. 49/Pdt.G/2018/PN MKS, pihaknya mengajukan 60 alat bukti surat di persidangan.

“Namun, faktanya 3 Hakim Pemutus Perkara yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tersebut menghilangkan 12 alat bukti surat yang tidak termuat dalam putusannya,” ungkap Alif dihadapan awak media.

Alif yang bertindak selaku kuasa hukum dari Dr. H. Saladin Hamat Yusuf, M.Si, dkk mengajukan laporan pengaduan ke Komisi Yudisial terkait dugaan pelanggaraan kode etik dan pedoman perilaku hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara Nomor 49/Pdt.G/2018/PN.MKS.

Komisi Yudisial memutus 3 Hakim Sdr. Suratno, SH., M.Hum, Sdr. Adhar, SH., MH., Sdr. Harto Pancono, SH., MH, terbukti melanggar prinsip melanggar prinsip-prinsip berperilaku adil dan prinsip berdisiplin tinggi sesuai petikan putusan Komisi Yudisial RI Nomor 0029/L/KY/II/2021 tanggal 7 September 2021.

Alif, lanjutnya, selain 3 hakim melanggar kode etik, Penggugat A Baso Matutu juga menggunakan surat palsu, yakni Surat Keterangan No : 593/016/KP/I/2013 tanggal 9 Januari 2013 yang ditandatangani oleh Camat Panakkukang Dra. Hj. Sulsilawati, M.Si.

Dengan terbuktinya A. Baso Matutu menggunakan surat palsu dalam putusan pidana No : 1391/Pid.B/2019/PN.MKS tanggal 27 Juli 2020 Jo Putusan Peninjauan Kembali No : 11.PK/Pid.2021, status A. Baso Matutu adalah seorang terpidana.

“Jadi surat palsu tersebut selain digunakan pada perkara perdata yang sekarang sudah pada tingkat PK, A. Baso Matutu juga menggunakan surat palsu tersebut dalam perkara pidana No. 620/Pid.B/2015/PN.MKS yang mengorbakan saudara kami pak Saladin Hamat Yusuf karena fakta sebenar-benarnya saudara kami tidak melakukan perbuatan pidana,” ujar Alif kepada rakyatdotnews, Minggu (06/02/2022).

Dr. H. Saladin Hamat Yusuf, M.Si yang juga hadir pada konferensi pers menceritakan kronologis pemidanaannya yang jelas dipaksakan.

“Jadi saya pada waktu itu dipenjarakan. Saya pada saat itu dilaporkan A. Baso Matutu dengan dasar surat palsu camat, itu tadi. Seolah-olah dia punya tanah di lokasi kami. Saya juga menandatangani pengembalian batas oleh BPN, jadi BPN memberikan saya format dan saya harus tandatangan sebagai pemohon untuk pemecahan di situ jumlahnya 12.000 menjadi 15.000. Pihak kepolisian bertanya dari mana itu, saya tidak tahu! karena itu BPN yang mengukur,” jelas Saladin kepada awak media.

Terkait pemidanaanya yang terkesan dipaksakan, Saladin mengatakan, sampai hari ini ia sebagai korban ketidakadilan masih mempertanyakan terkait pembuktian tindak pidana yang dilakukan.

“Jadi saya dilaporkan itu, saya tidak tahu pidana apa, jadi sampai hari ini saya masih bertanya-tanya, apa yang saya lakukan, dan saya sudah tanyakan kepada kejaksaan saat itu, di mana kesalahan saya? apa yang saya lakukan sehingga saya ditahan dan tetap dipaksakan sehingga saya dikorbarkan,” tegas Saladin.

Alif mengatakan, dalam perkara pidana Dr. H. Saladin Hamat Yusuf, M.Si juga terdapat kejanggalan sebab pemidanaannya tidak berdasar dan terkesan dipaksakan.

“Kejanggalan lainnya karena dalam perkara pak Saladin itu, putusan peninjauan kembali (PK) lebih dahulu diputuskan oleh Mahkamah Agung, yakni tanggal 6 Agustus 2018 ketimbang pengajuan permohonan peninjauan kembali pada tanggal 30 Agustus 2018,” ujar Alif.

Ketidakadilan yang dialami para ahli waris Hamat Yusuf ini sangat jelas menunjukkan adanya permainan mafia hukum, mafia peradilan, dan mafia tanah.

Alif dengan tegas menolak putusan tingkat pertama perkara perdata yang memenangkan A. Baso Matutu dikarenakan penggugat telah menjadi seorang terpidana dan juga 3 hakim terbukti menghilangkan 12 alat bukti dari pihak ahli waris Hamat Yusuf.

“Kami yang sampai sekarang sedang berjuang mempertahankan hak kepemilikan atas tanah kita menolak tegas putusan tingkat pertama tersebut yang sangat jelas bermasalah dan mendesak kepada Mahkamah Agung agar mengeksekusi putusan Komisi Yudisial terkait 3 hakim yang melanggar kode etik tersebut,” tegasnya.

Ia juga menegaskan terpidananya A. Baso Matutu dan terbuktiya 3 hakim tersebut sudah seharusnya menjadi perhatian juga peringatan keras bagi Mahkamah Agung agar adil dalam memutus perkara perdata No : 49/PdtG/2018/PNMKS tanggal 22 November 2018. MA harus menempatkan hukum pada tempatnya.

Sebelumnya, Penggugat A. Baso Matutu yang sekarang terpidana menggugat para ahli waris Hamat Yusuf (Tergugat I) pada tahun 2018 dengan batas-batas objek tanah yang tidak jelas.

 

(Zul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *