Reformasiaktual.com//Kabupaten Sukabumi-Pemilihan umum sudah selesai,
Meskipun belum sepenuhnya selesai.
Akan tetapi para pengamat telah dapat mengidentifikasi pemenangnya. Selain dari Capres Prabowo yang berhasil mengungguli lawan-lawannya di Pilpres, hasil suara partai dalam pemilihan legislatif telah pun terungkap dengan jelas. PDI-P disebut menjadi partai yang memimpin pertarungan, yang kemudian diikuti oleh Partai Golkar.
Pengamatan yang dilakukan oleh para pakar dan ahli lembaga survei tersebut diperkuat oleh data sementara yang dirilis oleh KPU. Dengan demikian, peta baru kekuatan politik di Tanah Air mulai terbentuk.
Kendati secara nasional suara PDI-P dapat mengungguli partai Golkar, namun lanskap politik di tingkat lokal, terutama di Kabupaten Sukabumi, menunjukkan pola yang berbeda. Ternyata Suara Golkar jauh meninggalkan PDI-P
Tentunya kemenangan ini bukan hanya sekadar prestasi politik, tetapi juga merupakan peluang strategis bagi Golkar untuk memperluas jangkauan dan memperkuat basis dukungannya. Dengan posisi yang kokoh, Golkar dapat memanfaatkan momentum ini untuk membangun aliansi politik yang solid untuk mendudukan kadernya sebagai calon bupati Sukabumi pada pilkada mendatang.
Sebagaimana diketahu saat ini kursi Bupati Sukabumi diduduki oleh H. Marwan Hamami, yang merupakan kader dari partai Golkar. Kemenangan gemilang yang diraih oleh Golkar diyakini akan mampu meneruskan estafet kepemimpinan di Sukabumi.
Nampaknya dominasi tersebut akan berpotensi terulang pada pilkada 2024, asalkan Golkar mampu mengambil keputusan yang tepat dalam menentukan wakil untuk mendampingi Asep Japar.
Mengapa penting bagi penulis untuk memastikan bahwa Asep Japar adalah calon yang sudah pasti dari Golkar?
Karena pada saat ini, terlihat Asep Japar merupakan figur yang sangat diminati oleh berbagai pihak, seperti gadis pingitan yang menjadi objek keinginan banyak orang.
Perlu sedikit dipahami bahwa pemilih di Jawa Barat, termasuk di Sukabumi, bahwa pemilihan pemimpin didasarkan pada kualitas sosok, bukan hanya sekadar afiliasi dari partai politik semata.
Dalam konteks keberlanjutan kepemimpinan, partai Golkar Kabupaten Sukabumi telah jauh-jauh hari mengajukan beberapa calon potensial untuk diusung sebagai kandidat calon bupati Sukabumi pada Pilkada 2024 mendatang. Beberapa nama telah muncul dalam daftar calon potensial tersebut, di antaranya adalah Asep Japar, yang sebelumnya menjabat sebagai kepala dinas pekerjaan umum Kabupaten Sukabumi
Niscaya, sebagai partai yang telah berdiri sejak lama dan sarat dengan pengalaman politik, pemilihan nama-nama tersebut tentu dilandasi oleh berbagai alasan logis. Keputusan ini tidak hanya didasarkan pada kualitas dan rekam jejak calon, tetapi juga mempertimbangkan hal-hal lainnya. Dengan demikian, diharapkan setiap langkah dalam proses ini memiliki pertimbangan matang untuk memastikan bahwa calon yang diusung memiliki kompetensi dan integritas yang diperlukan untuk memimpin Sukabumi ke arah yang lebih baik.
Dan pemilihan Asep Japar sebagai salah satu nama Calon Bupati Sukabumi oleh partai Golkar dianggap tepat oleh banyak pihak. Lantaran nama Asep Japar cukup banyak dikenal oleh berbagai kalangan masyarakat Sukabumi dan kinerjanya saat memimpin dinas PU dinilai tidak pula mengecewakan.
Sepanjang perjalanan karirnya, Asep Japar telah membuktikan dedikasi dan kompetensinya dalam mengemban tanggung jawab sebagai pegawai pemerintahan, yang membuatnya menjadi figur yang dihormati dan dipercaya oleh banyak orang. Dengan pengalaman dan rekam jejak tersebut, Asep Japar diyakini mampu memberikan kontribusi yang berarti jika dipercaya memimpin Kabupaten Sukabumi.
Selain Asep Japar dari Golkar, beberapa nama lain tengah menjadi sorotan untuk diusung dalam kontestasi pemilihan kepala daerah kabupaten Sukabumi. Di antaranya terdapat Yudha Sukmagara, Ucok Haris Maulana, Iman Adi Nugraha, Budi Azhar, Iyos Soemantri, Habib Mulki, Abu Bakar Sidik, dan Dan Budi Irawan (Zaboer). Setiap figur tersebut tentu membawa warna dan dinamika tersendiri bagi perpolitikan di kabupaten Sukabumi
Sayangnya dari beberapa nama yang disebutkan, diprediksi akan ada nama-nama yang batal mencalonkan diri, salah satunya adalah Iman Adinugraha. Saat ini Iman Adinugraha dipastikan telah mendapatkan tiket untuk menuju ke Senayan. Maka sangat berisiko sekali jika dia mencalonkan diri kembali dalam Pilkada. Karena konsekuensi yang ia harus terima ketika ia maju dalam pilakda adalah kursi yang sudah susah payah ia peroleh harus dilepas kembali, sementara di pada pertarungan itu tidak ada jaminan bahwa dia akan berhasil memenangkannya.
Jika Iman tetap ngotot untuk maju di Pilkada maka akan padan sekali dengan peribahasa yang mengatakan, “harapkan burung terbang tinggi, punai di tangan dilepaskan.”
Begitu pula dengan H. Ucok Haris Maulana yang namanya semakin tenggelam dan kurang begitu terangkat, hal itu tercermin pada Pileg 2024 ini, Suara Nasdem tidak mengalami kenaikan. Bahkan ketika ia sendiri mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Provinsi Jabar, perolehan suaranya pun masih kurang maksimal.. Oleh sebab itu kemungkinan dirinya diusung oleh partai koalisi sangat tipis sekali, kecuali untuk posisi wakil dan itu juga masih dalam kemungkinan yang tidak besar.
Berbicara pemimpin di kabupaten Sukabumi pasca reformasi, atau tepatnya semenjak sistem proporsional terbuka yang dimulai sejak tahun 2004, baru hanya 2 partai yang berhasil mengantarkan kadernya menduduki kursi bupati Sukabumi hingga tahun 2024 ini yaitu Sukmawijaya dari PKS dan Marwan Hamami dari Golkar. Meskipun partai Demokrat, Gerindra, dan PDI-P juga pernah silih berganti menjadi partai pemenang di Kabupaten Sukabumi, namun, partai-partai tersebut masih keteteran mengikuti pola permainan dari Golkar dan PKS.
Dari sini kita bisa menilai betapa lihainya politisi-politisi yang ada di tubuh partai PKS dan khususnya di partai Golkar yang sangat cermat dalam memanfaatkan situasi politik yang terus berubah. Mereka mampu memanuver dan menyesuaikan strategi politiknya untuk tetap relevan dan mempertahankan dominasi dalam kontestasi politik di Kabupaten Sukabumi.
Insting ataupun naluri dari politisi partai Golkar sangat tajam sekali.
Mereka mampu bermanuver dan menyesuaikan strategi politiknya untuk tetap relevan dan mempertahankan dominasi dalam kontestasi politik di Kabupaten Sukabumi..
Di sinilah pentingnya peran seorang figur dari sebuah partai, tak dapat dipungkiri figur dari Partai Golkar Sukabumi, yaitu Marwan Hamami.
Dalam dinamika politik lokal, Marwan Hamami menjadi kunci utama. Maka arah Partai Golkar maupun koalisi partai pendukung untuk Pilkada mendatang sangat dipengaruhi oleh bagaimana Marwan Hamami mengambil posisi.
Dan yang paling penting bagi Marwan Hamami sendiri ialah bagaiman penggantinya kelak bisa meneruskan program-program yang telah berjalan maupun yang kini masuk dalam tahap eksekusi. (Bila terlalu kasar untuk menyebut mengamankan kepentingannya)
Kemudian bagaimana nasib Iyos Soemantri, Wakil Bupati Sukabumi saat ini, yang juga masuk nominasi sebagai salah satu calon dari Partai Golkar itu?, tampak dari minatnya untuk menjadi bakal calon dari Partai Golkar, terlihat kurang. Dimungkinkan itu karena telah adanya seorang Asep Japar yang menjadi calon kuat di partai berlambang beringin tersebut.
Sebab sebagaimana jamaknya Pilkada, sangat jarang sekali ada pasangan yang se-partai untuk menjadi pasangan.
Rasa ogah-ogahan Iyos untuk menjadi bakal calon dari Golkar tersebut bisa tercium dari
Ketidakhadirannya ketika pengumuman nama-nama calon kepala daerah oleh Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Jakarta beberapa bulan lalu, di mana Iyos tidak tampak hadir.
Jadi, ketika Iyos tetap untuk memaksakan diri untu menjadi bakal calon bupati, maka kemungkinan terbesarnya adalah maju dari partai lain. Mungkin PKS. Tetapi pertanyaannya beranikah PKS kembali menjadi motor penggerak untuk berhadapan dengan Golkar, di tengah kekuatan Golkar yang semakin perkasa? Jawabannya, tidak.!
Apa sebab, karena PKS sekarang bukanlah PKS yang 20 tahun ke belakang. Itu saja.
Lalu kemudian ada politisi muda dari partai Gerindra Yudha Sukmagara. Terlihat keinginan dari Yudha untuk ikut berkompetisi di level yang lebih tinggi sudah terlihat sejak tahun 2019 silam. Namun keinginan itu belum bisa terlaksana dengan berbagai pertimbangan.
Dan tampaknya pada pilkada tahun ini dia akan mencoba mencoba peruntungannya maju di pilkada jika ada dorongan dari pusat.
Tetapi kansnya terpilih sebagai calon kepala daerah nampaknya agak kurang, apalagi partai Gerindra pada pemilu kali ini suaranya di Sukabumi mengalami penurunan.
Namun, jika Yudha diposisikan sebagai wakil, hal itu akan menjadi langkah strategis yang sangat menguntungkan. Yudha akan menjadi aset berharga bagi koalisi, terlepas dari siapapun yang menjadi pasangannya dalam pencalonan. Dengan pengalamannya dan jaringan politiknya, Yudha dapat memberikan kontribusi signifikan dalam memperkuat tim dan meningkatkan kesempatan untuk meraih kemenangan dalam kontestasi pilkad mendatang.
Selanjutnya ada perwira polisi berpangkat AKBP yang bernama Habib Mulki. Dikarenakan ingin sungguh-
sungguh dan fokus untuk maju di Pilkada Sukabumi, kabarnya ia telah mengundurkan diri di kepolisian.
Sebelumnya, terdapat informasi yang menyebutkan bahwa ia akan maju melalui usungan partai PDI-P. Namun, kabar terbaru menunjukkan bahwa ia juga telah menjalin komunikasi yang intens dengan Gerindra pusat. Habib Mulki dipercayai memiliki basis massa yang lumayan kuat, karena telah lama menjalin hubungan yang erat dengan masyarakat Sukabumi.
Namun secara elektabilitas diyakini habib mulki masih berada di bawah Asep Japar.
Terlebih lagi, Habib Mulki belum memiliki kendaraan untuk membawanya ke tempat tujuan. Ya begiulah nasib sebagai seorang penumpang, ia akan senantiasa bergantung pada pemilik kendaraan. Biarpun sudah ribuan kali melambaikan tangan, akan tetapi belum tentu mendapatkan perhatian apalagi tumpangan dari sipemilik kendaraan. Bisa-bisa saja sih dia dinaikan, tapi ongkosnya gila-gilaan, dan ditambah pula belum adanya jaminan, bahwa ia akan sampai di tujuan.( Nyampe kagak kantong bengkak)
Seterusnya ada nama Budi Azhar yang juga masuk nominasi. Penulis tidak akan panjang lebar membahasnya, lantaran dapat dirasakan, sepertinya Budi Azhar tidak dengan serius untuk diplotting menjadi Cakada. Meski kemungkinan itu akan tetap ada.
Lalu bagaiman dengan Budi Irawan?
Pastinya dia tengah kelelahan baik secara fisik dan juga mental dan juga keuangan, karena perolehan suaranya (sampai tulisan ini diterbitkan) belum memungkinkan untuk mendudukkannya menjadi legislator di Senayan
Dan itu pasti akan membuat dia menjadi sangat matematis untuk melangkah ke depan.
Namun ada ungkapan yang mengatakan “Rawe-rawe rantas malang-malang putung.”
Dan kita akan sama-sama menunggu apakah ia akan menerapkan ungkapan tersebut dalam perpolitikannya dalam menaklukan segala rintangan untuk mencapai tujuannya.
Dari sejumlah nama yang telah disebutkan di atas, serta tambahan Deden Deni Wahyudi, Ketua APDeSI, Sirodjudin, dan Abu Bakar Sidik dari NU yang memiliki hubungan erat dengan partai-partai Islam, bisa saja tiba-tiba muncul di pusaran calon-calon pemimpin daerah
Jadi, dalam Pilkada kali ini, diestimasikan akan terdapat empat partai besar yang menjadi pemain utama, yakni Golkar, PKB, Gerindra, dan PKS. Mengapa PDI-P tidak termasuk? Hal ini karena sering kali elit partai tersebut cenderung “mengintervensi” gagasan-gagasan dari kader di tingkat bawah yang sebenarnya lebih memahami peta permasalahan di daerah.
Dan tiba pada kesimpulan akhir. Seperti yang disebutkan di atas, para partai koalisi adalah sebagai gerbang, dan Marwan Hamami sebagai kuncinya.