Reformasiaktual.com// Kepulauan Selayar( Sulsel )- Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kepulauan Selayar, Adi Nuryadin Sucipto, SH MH didampingi Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Eddy Djuebang, SH dan Jaksa Penuntut Umum masing-masing, Wita Oktadeanti, SH MH dan Dian Anggraeni Sucianti, SH MH melaksanakan pemaparan sekaitan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif (Restorative Justice) kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) terhadap tersangka Sariabong binti Taang yang dilaksanakan secara virtual melalui aplikasi Zoom Meeting, Kamis 17 Februari 2022 sekitar pukul 08.00 Wita pagi tadi via siarang pers Nomor : B-/P.4.28/Kph.3/02/2022.
Dikatakan oleh Adi Nuryadin Sucipto bahwa tersangka Sariabong melakukan tindak pidana penganiayaan yang dinilai telah melanggar Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana) terhadap seorang saksi korban, Andi Misrawati binti Muh Yahya pada Senin, (06/09/2021) yang lalu di Jl Pahlawan Bonea Kelurahan Benteng Utara Kecamatan Benteng Kepulauan Selayar Propinsi Sulawesi Selatan.
Kajari juga menjelaskan bahwa tersangka Sariabong menampar pipi saksi korban dan kemudian menyeret dan mencakar wajah yang dibuktikan dengan hasil Visum Et Repertum dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) KH Hayyung Benteng dengan Nomor : 51/VER/IX/RSUD/2021 yang ditandatangani oleh dr Alyumna Istiqomah dan menyatakan bahwa saksi korban mengalami luka memar pada bagian pipi sebelah kiri.” ungkapnya
Pada pertemuan yang berlangsung tadi pagi, Kepala Kejaksaan Negeri, Adi Nuryadin Sucipto telah menyampaikan kronologi dan alasan serta dalih yang dianggap mendasar sehingga perlu dilakukan
upaya restorative justice terhadap tersangka Sariabong. Dengan pemaparan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif oleh Kepala Kejaksaan Negeri Kepulauan Selayar serta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Dr Fadil Zumhana telah menyatakan menyetujui permohonan ini serta memberikan apresiasi terhadap upaya restorative justice yang dilakukan oleh Kejari Kepulauan Selayar.
Adi Nuryadin Sucipto juga menyampaikan pentingnya mengubah paradigma penegak hukum dari penghukuman menjadi restorative dalam penanganan perkara dan mengingatkan Kajari Kepulauan Selayar berserta dengan jajarannya agar selalu menggunakan dan mengutamakan hati nurani. Disamping itu, Jampidum juga telah menyampaikan agar Kepala Kejaksaan Negeri Kepulauan Selayar untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) dengan berdasarkan Keadilan Restoratif.” pungkasnya menambahkan.
Lebih lanjut dikemukakan oleh Kajari Kepulauan Selayar bahwa pelaksanaan restorative justice di Kejari Kepulauan Selayar adalah merupakan implementasi dari Peraturan Jaksa Agung Nomor : 15 Tahun 2020 mengenai Penghentian Penuntutan dengan mendasari Keadilan Restoratif. Selain itu, juga diharapkan JPU perlu mempedomani Surat Edaran Nomor : 01/E/EJP/02/2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai pembaharuan dari peraturan sebelumnya tentang syarat dan ketentuan pelaksanaan Restorative Justice (RJ) untuk mengoptimalisasikan Penghentian Penuntutan Keadilan Restoratif demi terwujudnya pemenuhan rasa keadilan masyarakat.” kuncinya.
Ungkapan yang serupa juga dikemukakan oleh Kepala Seksi Intelijen Kejari Kepulauan Selayar, La Ode Fariadin, SH melalui jaringan selulernya malam ini. Ia menambahkan bahwa ada tiga kriteria atau syarat perkara pidana umum yang dapat diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif
dengan mempedomani pada Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : 15 Tahun 2020 mengenai penghentian penuntutan dengan berdasarkan keadilan restoratif.
Keadilan Restoratif menurut La Ode Fariadin adalah penyelesaian perkara tindak pidana umum dengan melibatkan pelaku, keluarga pelaku, korban serta pihak lain yang dianggap terlibat untuk bersama-sama mencarikan solusi dan jalan penyelesaian yang secara adil dengan tetap menekankan agar kedua belah pihak dan keluarganya kembali kepada keadaan awal tanpa menyimpan rasa dendam.” imbuhnya.
Kemudian kriteria atau syarat yang bisa dilakukan secara restoratif justice adalah pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana umum. Lalu tindak pidana umum yang dilakukannya, ancaman hukumannya mesti dibawah lima (5) tahun dengan estimasi kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp 2.500.000,- Olehnya itu, karena kasus penganiayaan ini dinilai memenuhi syarat dengan merujuk pada PerJagung RI Nomor 15 Tahun 2020 maka kasus ini bisa diselesaikan berdasarkan keadilan restoratif yang terjadi diwilayah hukum Kejaksaan Negeri Kepulauan Selayar.” katanya dia.
(M. Daeng Siudjung Nyulle)