Ditengarai Oknum Pejabat Campuri  Pengangkatan Kadus Lambongan 

Daerah319 Dilihat

 

Reformasiaktual.com//Kepulauan Selayar(Sulsel) – Meskipun jabatan Kepala Dusun (Kadus) dianggapnya sebagai jabatan terkecil dalam sistem pemerintahan akan tetapi sudah mulai dicampuri oleh oknum pejabat yang memiliki kepentingan ditingkat desa. Salah satu contohnya di Dusun Lambongan Desa Bontona Saluk Kecamatan Bontomate’ne Kepulauan Selayar Propinsi Sulawesi Selatan. Sangatlah disayangkan jika cuma karena kepentingan oknum pejabat dilingkungan Pemerintah Kabupaten hingga terjadi intervensi dan penekanan kepada pemerintah setempat untuk menempatkan seseorang yang dianggapnya kurang memenuhi syarat untuk diposisikan pada jabatan yang lowong itu, sejak Agustus 2021 lalu.

Memang persoalan pengangkatan perangkat desa selama beberapa tahun terakhir ini sering kali menuai sorotan dan kecaman akibat tidak adanya ketegasan dan komitmen dari Pemerintah Daerah Kepulauan Selayar. Bukan hanya itu, termasuk pengangkatan Kepala Desa Kohala, Rakhman Hamdani di Kecamatan Buki yang akhirnya kalah di Pengadilan Tata Usaha Negara Makassar. Dan ini semua terjadi hanya karena ketelodoran sejumlah oknum pejabat yang mengesampingkan aturan yang lebih tinggi. Mestinya Pemda Kepulauan Selayar sudah dapat mengambil pelajaran dari kecorobohan dan kekurang hati-hatian yang dilakukan oleh beberapa oknum pejabat saat itu.

Bukan hanya itu, pejabat ini juga dinilai telah banyak mencampuri pemerintahan hingga ditingkat dusun tanpa mengacu pada aturan perundang-undangan yang berlaku. Kejadian pengangkatan perangkat desa (Kadus) juga pernah terjadi di Desa Bonea Makmur, Desa Lantibongan, Desa Laiyolo Baru dan terakhir di Desa Bontona Saluk tepatnya di Dusun Lambongan. Padahal dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) RI Nomor : 83 Tahun 2015 mengenai pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa khsusunya pada BAB II Bagian Kesatu tentang persyaratan  pengangkatan pada Pasal 2 sudah sangat jelas bahwa (1) Perangkat Desa diangkat oleh Kepala Desa dari warga desa yang memenuhi persyaratan umum dan khusus.

Persyaratan umum yang dimaksud adalah berpendidikan paling rendah sekolah menengah umum atau sederajat, berusia minimal 20 tahun dan maksimal 42 tahun serta terdaftar sebagai penduduk desa dan bertempat tinggal di desa paling kurang 1 tahun sebelum pendaftaran.” Demikian diungkapkan salah seorang tokoh masyarakat Lambongan ketika ditemui media ini beberapa waktu lalu.

Seorang pemegang jabatan disebuah pemerintahan lanjut sumber yang tidak ingin namanya dipublikasikan mengemukakan,” Mesti akan menjadi contoh dan panutan serta surutauladan yang baik ditengah-tengah masyarakat. Kemudian dalam proses pengangkatannya mesti merujuk pada sebuah aturan perundang-undangan yang berlaku. Bukan berdasar atas kehendak dan keinginan oknum pejabat. Sebab nantinya justru akan menimbulkan ketidak percayaan dikalangan masyarakat. Dan saat menjalankan amanah sebagai abdi masyarakat tentu diharapkan akan dapat memperjuangkan aspirasi dan mensejahterakan rakyat yang dipimpinnya serta dapat menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban.” kata salah seorang pensiunan guru ini.

Di Dusun Lambongan muncul dua calon Kepala Dusun pasca mengundurkan dirinya Arung. Yaitu Muhammad Dahlan dan Patriawan. Muhammad Dahlan secara umum dikehendaki oleh warga Dusun Lambongan. Kemudian ia juga hadir saat akan dilakukan ujian kompotensi yang akan dilaksanakan oleh Dinas PMD meskipun tak jadi dilaksanakan. Kehadiran Muhammad Dahlan karena mengindahkan undangan Kepala Desa Bontona Saluk, Ahmad Yani.

Namun ironisnya setelah dua calon ini dibawah oleh Kepala Desa Bontona Saluk kepada Camat, H Nadeng untuk diterbitkan rekomendasi pengangkatannya sebagai Kepala Dusun Lambongan maka oleh Camat Bontomate’ne, Drs H Nadeng jatuhnya kepada Patriawan. Padahal Patriawan tidak hadir ketika ada ujian kompotensi. Selain itu, Muhammad Dahlan pada umumnya yang dikehendaki oleh masyarakat Lambongan.

Mestinya, karena persoalan ini sudah mulai carut marut untuk menghindari adanya ketidak harmonisan dikalangan masyarakat dan ingin membuktikan siapa yang mendapat dukungan terbanyak dari dua calon ini, mestinya Pemerintah Kabupaten sudah dapat mengambil ketegasan dengan melakukan pemilihan langsung diantara dua calon itu. Atau paling tidak dilakukan musyawarah tingkat dusun. Karena yang akan diperintah oleh salah seorang dari dua calon ini bukan pejabat yang berdomisili di Kota Benteng akan tetapi masyarakat Lambongan.” tokoh ini berharap.

Kepala Desa Bontona Saluk, Ahmad Yani saat ditemui media ini dirumah kediaman pribadinya di Benteng Pancasila mengaku sedikit silang pendapat dengan Camat, H Nadeng. “Kami beda pendapat dengan pak Camat tentang kedua calon ini. Camat rekomendasikan Patriawan sementara yang diinginkan warga setempat adalah Muhammad Dahlan. Makanya sampai saat ini, saya belum memproses pengangkatan Patriawan sebagai Kadus Lambongan. Sebab yang menjadi keinginan sebagian besar masyarakat hanya Muhammad Dahlan.” ungkapnya.

Sementara itu Camat Bontomate’ne, Drs H Nadeng yang ditemui diruang kerjanya, Senin (04/04/22) tidak membantah
pernyataan Ahmad Yani. ” Memang yang saya rekomendasikan untuk di SK kan adalah Patriawan. Karena berdasarkan persyaratan administrasi itu, Muhammad Dahlan sudah tidak memenuhi syarat, sebab usianya lewat dari 42 tahun saat permohonan rekomendasi persetujuan itu dibawah ke meja saya. Disamping itu, kelengkapan berkas untuk SKCK nya hanya surat pengantar untuk memperoleh SKCK bukan SKCK yang diterbitkan oleh pihak yang berwajib. Sehingga yang direkomendasikan Patriawan. Sebab versi saya yang memenuhi syarat cuma Patriawan. Umurnya terpenuhi, ijazahnya memenuhi syarat dan memiliki SKCK sebagai bukti bahwa yang bersangkutan berkelakuan baik.

Tapi kelihatannya Kepala Desa Bontona Saluk beralasan bahwa yang dikehendaki oleh masyarakat adalah Muhammad Dahlan. Kalau seperti itu, saya mustahil akan menandatangai rekomendasi dua kali dengan orang yang berbeda. Oleh karena itu, saya lagi menyarankan agar secepatnya meng SK kan yang sudah diterbitkan rekomendasinya. Tapi ternyata hingga saat belum juga diproses.” kata H Nadeng merasa kesal.

 

(M. Daeng Siudjung Nyulle)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *