Reformasiaktual.com//BANDUNG- Aksi pencabulan sesama jenis atau sodomi yang melibatkan anak di bawah umur berhasil diungkap oleh jajaran Polrestabes Bandung Polda Jabar. Sodomi itu dilakukan oleh anak yang masih berusia 12 tahun terhadap dua korban yang masih berusia 10 dan 12 tahun.
Ditempat terpisah Kabid Humas Polda Jabar menghimbau kepada masyarakat agar jangan ragu melaporkan kepada pihak Kepolisian jika melihat, mendengar atau mengalami tindak pelecehan seksual termasuk sodomi.
“Dan jangan lupa menghubungi KPAI jika korban masih anak – anak.” ujar Ibrahim Tompo.
“Sekitar bulan September 2022, korban mengalami pelecehan seksual, korban adalah laki-laki anak di bawah umur, nah pelakunya adalah teman mainnya sehari-hari,” kata Kapolrestabes Bandung Polda Jabar Kombes Aswin Sipayung di Mapolrestabes Bandung pada Selasa (18/10/2022).
Aswin mengatakan, aksi sodomi tersebut dilakukan oleh pelaku di sekitar wilayah Mochamad Toha. Pelaku, kata dia, melakukan aksi sodomi dengan mengancam korban menggunakan senjata tajam jenis pisau.
“Jadi modusnya adalah korban ini disuruh menungging kemudian dipaksa ditodong dengan pisau, pisau sudah kita sita dari tersangka,” ucap dia.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari pelaku, lanjut Aswin, aksi sodomi tersebut sudah dilakukan terhadap korbannya sebanyak tiga kali. Pelaku pun mengaku melakukan aksi pencabulan itu karena dipengaruhi tontonan video porno.
“Nah modusnya kenapa tersangka ini melakukan hal seperti ini, itu diawali dengan kebiasaan tersangka melihat video porno di handphone, jadi ini mengawali sehingga terjadilah peristiwa pelecehan seksual tersebut,” ujar dia.
Kini, Aswin memastikan pihaknya sudah memberikan pendampingan psikologis terhadap korban. Sementara, pelaku sudah diamankan di tempat khusus dan proses penanganan terhadap pelaku melibatkan instansi terkait dari unsur pemerintahan.
Akibat perbuatannya, pelaku disangkakan Pasal 82 juncto 76E UU RI Nomor 17 Tahun 2016. Namun begitu, dalam penerapannya, polisi dipastikan bakal berpedoman pada ketentuan UU RI Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan anak.
“Jadi korban ada penanganan psikologinya dan kita samarkan identitasnya supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,”
Eri