Jabat Kepala BPSDM dan Kadisbudpar Sulsel, Prof Jufri Bagi Pola Kepemimpinannya Kepada ASN Maluku Utara

Daerah263 Dilihat

MAKASSAR – reformasiaktual.com – Prof Dr Muhammad Jufri SPsi Msi Psikolog berbagi ilmu dan pengetahuan serta pengalamannya dalam memimpin dua institusi berbeda. Kesempatan yang berhargq itu didapatkan para peserta Pelatihan Kepemimpinan Administrator (PKA) Angkatan I Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Pemprov Malut) Tahun 2022.

Dalam kegiatan Studi Lapangan (Stula) yang dilangsungkan di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), 10 orang peserta dan 3 pendamping PKA menyambangi Gedung MULO di Jalan Jenderal Sudirman Nomor 23, Kelurahan Mangkura, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar. Tepatnya pada Rabu, 7 Desember 2022 dan diterima secara resmi di ruang rapat bergaya struktural Hindia Belanda.

Prof Jufri hadir secara langsung memimpin pertemuan, didampingi Kepala Bidang Pengembangan Destinasi dan Industri Pariwisata, Patarai A Burhan GS dan Sub Koordinator Seksi Promosi Pariwisata, Ahmad Yusran. Saat ini, Muhammad Jufri menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Provinsi Sulawesi Selatan (BPSDM Sulsel).

Sekaligus definitif mengemban amanah sebagai Kepala Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulawesi Selatan (Disbudpar Sulsel). Prof Jufri dalam kapasitasnya sebagai Kadisbudpar Sulsel, dibantu seorang Sekretaris.

Membawahi 5 Kepala Bidang, 3 Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT), serta sejumlah Kepala Sub Bagian (Kasubbag), Sub Koordinator, dan ratusan pejabat non eselon seperti analisis dan pelaksana. Bahkan terdapat puluhan Non PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan Pekerja Alih Data atau OS (Outsourching).

Prof Jufri berdalih, dalam memimpin jajarannya, menerapkan pola dasar yang seyogyanya bisa diimplementasikan para pemimpin yang ada. Begitu pun calon-calon pemimpin, terutama peserta PKA Angkatan I dari Maluku Utara.

“Saya selalu merasa tidak bekerja sendirian, Saya membangun pola komunikasi dengan mereka, menerapkan transformational leadership atau kepemimpinan transormasional,” ungkap Jufri.

Menolak keras untuk menerapkan pola kepemimpinan transaksional. Betapa tidak, akan terjadi kesenjangan yang diakibatkan adanya ruang-ruang yang berjarak karena mengedepankan strata, kepentingan, dan juga kebutuhan.

“Kita tidak pake itu, kepemimpinan transaksional. Dunia pariwisata ini indah, menarik. Pariwisata ini bisnis kebahagiaan, makanya pola kepemimpinan yang Saya terapkan ini sangat cocok,” tandasnya.

Kan ada empat kata pria kelahiran Kabupaten Kepulauan Selayar itu, pertama ada kharismatik. Bagaimana menanamkan pola kerja kepada bawahannya, agar bisa menyelesaikan tugas masing-masing meskipun pimpinan tidak berada di tempat.

“Charismatic, itu yang pertama. Kemudian inspirational, intellectual stimulation, dan individualized consideration, ini yang perlu kita aplikasikan,” tegasnya.

Kedua menurut Jufri yakni inspirasional. Orang-orang yang dipimpinnya tentu saja memiliki kemampuan, keahlian, dan kepiawaian tersendiri. Keunggukan itulah yang selanjutnya dikembangkan dengan memberdayakan potensi SDM bersangkutan. Malah kata dia, memberinya kesempatan untuk memperdalam dan meningkatkan pendidikannya dengan melanjutkan ke sekolah lanjutan.

Terkait stimuni intelektual, dirinya mendorong jajarannya supaya bisa melayani tamu dengan baik. Kemudian membuat statistik seberapa jauh dan besar tingkat pelayanan yang telah diberikan. Sehingga akan terukur kualitas atas partisipasi dan dedikasi yang dipersembahkan.

Dikutip dari teori Bernard M Bass (1990), baik itu kepemimpinan transformasional ataupun kepemimpinan transaksional, tidak terlepas dari karakter yang dimiliki seorang pemimpin dalam menjalankannya. Utamanya nilai dan moral individu pemimpin dalam menghadapi bawahannya.

“Menerapkan individualized consideration (pertimbangan individu), selalu ada pertimbangan individual yang Saya buat terhadap siapapun dalam lingkup kerja Saya. Saya tidak segan-segan bertanya ke dia, meskipun lebih muda. Di Dinas Kebudyaaan dan Kepariwisataan ini misalnya, Saya tahu banyak yang jauh lebih muda,” bebernya.

Namun begitu, Prof Jufri memastikan tidak pernah menempatkan bawahannya sebagai pesuruh. Lebih sebagai teman dengan menghindari kata perintah. Justru lebih santun, walau memberi instruksi via WhatsApp sekalipun.

Sejalan dengan Bernard M Bass bahwa individualized consideration adalah perilaku pemimpin yang memberikan perhatian pribadi. Dalam memperlakukan masing-masing bawahan secara individual, dilakukannya sebagai seorang individu berdasarkan tingkat kemampuan, kebutuhan, aspirasi yang tentu saja berbeda satu dengan yang lainnya.

Dalam perjalanannya, kerap kali meminta saran, masukan, dan usulan sebagai bawahan. Di kesempatan berbeda, Jufri juga melatih bawahannya dengan memberikan saran guna pengembangan kapasitas.

“Saya tidak pernah gunakan kata-kata atau kalimat merendahkan mereka. Saya tidak pernah gunakan kata perintah ke mereka. Contoh ya, ‘Ini Saya sampaikan untuk menjadi pertimbangan’. Saya memberi WA saja ke mereka, Saya harus santun,” tutur sang Professor.

Lebih penting lagi, lazim sebagai pemimpin jika menerima laporan-laporan dari orang tertentu atas orang lain. Menyikapi hal itu, dirinya cenderung tidak percaya semudah mendengarkan setiap kata yang dilaporkan. Namun akan melakukan cek secara pribadi dan berjenjang.

“Saya tidak gampang percaya, misalnya ada yang lapor-lapor ke Saya, maka Saya akan tes mereka (terlapor dan pelapor) dengan beberapa kegiatan, untuk mengetahui kemampuannya,” ujarnya.

Prof Jufri juga mengungkapkan, pihaknya sangat terbuka dengan setiap kunjungan guna berbagi satu sama lain akan pengalaman maupun prakarsa dari masing-masing karya yang sudah diimplementasikan. Peserta PKA Angkatan I Maluku Utara mendapat pemaparan gamblang terkait beberapa inovasi Disbudpar Sulsel yang dipimpinnya sejak 2021 silam.

Satu diantaranya, program prioritas yang kini dapat menasional berkat ide cemerlang Professor Psikologi itu. Berupa program Kuliah Kerja Nyata Tematik Desa Wisata (KKNTDW), dimana Disbudpar Sulsel membangun kolaborasi dan sinergitas yang konkrit dengan Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Sulsel.

Mahasiswa diterjunkan ke desa wisata yang tersebar di 24 Kabupaten dan Kota guna memberikan penguatan terhadap SDM pengelola desa wisata. Targetnya, bisa menaikkan tingkat kunjungan wisatawan ke desa wisata yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar desa wisata.

AGUS / AMBAE

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *