MAKASSAR,// ReformasiAktual.com – Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan yang terdiri dari Suwono, SH MH dan Dr Nining, SH MH secara bergantian membacakan Surat Tuntutan Pidana (Requisitoir) terhadap terdakwa Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Makassar, Iman Hud, S.IP, M.Si dan Abdul Rahim, ST yang diduga melakukan Tindak Pidana Korupsi yang secara melawan hukum menyisipkan sebanyak 123 nama personil Sat Pol PP dalam Surat Perintah Penugasan kegiatan Patroli Kota, Keamanan dan Ketertiban Umum dan Pengendalian Massa dari anggaran yang bersumber pada DPA Sat Pol PP Kota Makassar Tahun Anggaran 2017 – 2020 yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 4.819.432.500,00
Anggaran kegiatan Pengawasan dan Pengamanan Ketertiban Umum Kecamatan yang anggarannya bersumber pada DPA 14 SKPD Kecamatan se Kota Makassar tahun 2017 – 2020 juga ikut ditilep oleh Kasat Pol PP yang seakan-akan personil yang jumlahnya sebanyak 123 bertugas di Kecamatan dan Balai Kota Makassar. Konsep atau draft Surat Perintah langsung ditandatangani oleh terdakwa Iman Hud selaku Kasat Pol PP. Kemudian Surat Perintah itu dijadikan dasar pembayaran honorarium baik dari anggaran yang bersumber dari DPA Kecamatan maupun dari DPA Sat Pol PP Kota Makassar.
Setelah honorarium dibayarkan maka terdakwa Abdul Rahim dalam kapasitasnya sebagai Kepala Seksi Pengendalian dan Operasional Sat Pol PP Kota Makassar kembali menghubungi anggota Sat Pol PP yang namanya disisipkan dalam Surat Perintah itu guna menyerahkan dan menyetorkan uang honorarium kepada Abdul Rahim. Termasuk kepada saksi Muhammad Iqbal Asnan, SH (almarhum). Dalam Surat Dakwaan JPU menegaskan bahwa akibat perbuatan para terdakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 4,8 milyar lebih.” ungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, SH MH.
Dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Makassar menyatakan terdakwa Iman Hud telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama seperti telah diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor : 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor : 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor : 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana) jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana sebagaimana dalam dakwaan Kesatu Primair.
Menjatuhkan pidana kepada Iman Hud dengan pidana penjara selama 5 tahun dan denda senilai Rp 300 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan. Menghukum terdakwa Iman Hud dan Abdul Rahim untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 4.819.432.500,00 dengan ketentuan bilamana uang pengganti tidak dibayarkan dalam waktu paling lama 1 bulan setelah Putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya akan disita oleh Jaksa untuk dilelang guna menutupi uang pengganti. Jika terdakwa tidak mempunyai harta benda yang cukup maka akan diganti dengan pidana penjara dua (2) tahun enam (6) bulan. Memerintahkan agar terdakwa Iman Hud segera ditahan di Rutan. Barang Bukti berupa uang senilai Rp 3.758.280.000,00 dirampas untuk negara dan diperhitungkan dengan uang pengganti yang dibebankan kepada kedua terdakwa.” tandas Soetarmi.
Sementara dakwaan terhadap Abdul Rahim, ST itu sama dengan dakwaan terhadap Kepala Sat Pol PP Kota Makassar. Yaitu dituntut pidana penjara selama 5 tahun, denda senilai Rp 300 juta dan membayar uang pengganti sebesar Rp 4.819.432.500,00.
Setelah JPU membacakan dan menyerahkan Surat Tuntutan Pidana kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Makassar Propinsi Sulawesi Selatan dan para terdakwa maka pada sekitar jam 19.30 Wita, Selasa 29 Agustus kemarin, Majelis Hakim menunda persidangan dan akan dilanjutkan kembali, Selasa 12 September 2023 pekan depan dengan agenda untuk memberikan kesempatan kepada terdakwa beserta Penasehat Hukumnya untuk mengajukan Pembelaan (Pleidoi).” papar Kasi Penkum mengakhiri keterangan persnya. (M. Daeng Siudjung Nyulle/Humas Kejati)