Forum Dekan Fakultas Hukum dan Ketua STIH PTMA Se – Indonesia “Menolak Gagasan Menghidupkan GBHN (PPHN) Dalam UUD NRI 1945 dan Amandemen Terbatas (ke-5) UUD 1945”

Daerah517 Dilihat

 

Reformasiaktual.com // Bukittinggi (Sumatera Barat) – Seminar Nasional & Call Paper yang bertema “Perlukah PPHN & Amandemen UUD 1945 ?”, yang dilaksanakan pada hari Rabu – Kamis (19 – 20 Januari 2022) bertempat di Gedung Auditorium Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat yang diadakan oleh Forum Dekan Fakultas Hukum Dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Perguruan Tinggi Muhammadiyah Se-Indonesia menghasilkan suatu keputusan Pernyataan Sikap “Menolak gagasan menghidupkan GBHN (PPHN) dalam UUD NRI 1945 dan amandemen terbatas (ke-5) UUD 1945”.

Seminar Nasional Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) ini dihadiri oleh DR. H. M. Busyro Muqaoddas, SH, M. Hum, mantan Ketua KPK Sekaligus Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum & HAM.

Sebagai Nara Sumber, Pakar-pakar Hukum seperti DR. H. Bambang Widjojanto (Mantan Ketua KPK), Prof. Deddy Indrayana, SH, LL.M, PhD (Akademisi Indonesia), Iwan Satriawan, SH, MCL, PhD (Dekan Fakultas Hukum UMY), Ferri Amsari, SH, M.H, LL.M (Direktur Pusako Minang), DR. Wendra Yunaldi, SH. M.H, (Dekan Fakultas Hukum UMSB), dan sebagai Moderator Rahmat Muhajir N, SH. M.H (Dekan Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan).

Dalam Perubahan UUD 1945 yang paling penting saat ini yaitu partisipasi publik, hasil riset yang disampaikan oleh Prof. Deddy Indrayana tadi, saat ini partisipasi publik sangat kurang, hanya 10% yang mengetahui Perubahan UUD 1945, dan sekarang ini sedang berproses, ujar Rahmat Muhajir.

Sampai hari ini kami belum tahu apa konsep dari PPHN ini, apa yang akan digulirkan dan dicantumkan dalam PPHN ini, yang kami khawatirkan adalah PPHN ini dijadikan sebagai pintu masuk dari kepentingan-kepentingan yang lain. Jadi isu PPHN ini tidak berdiri sendiri, lanjut Rahmat Muhajir.

Pada tantangan keilmuan akademik harus menghadirkan berbagai macam argumentasi yang bisa dipertanggung jawabkan referensinya, tentang amandemen, konsepnya bagaimana, apa yang perlu di amandemen, bagaimana persoalan partai politik, dan lain-lain, tapi dalam kenyataannya, argumentasi-argumentasi itu ketika harus melalui proses formal apakah itu di DPR, MPR, itu relatif akan menemui jalan buntu. Jadi teorinya pemilu itu akan menghadirkan pemimpin yang lebih baik, anggota DPR lebih baik, anggota DPD lebih baik, ungkap Prof. Deddy Indrayana.

Seminar Nasional yang sangat hangat melalui pembicaraan pakar-pakar hukum ini, akhirnya membuahkan Pernyataan sikap yang dibuat secara tertulis setelah selesai acara seminar, ditandatangani oleh Ketua Forum FH dan Ketua STIH Perguruan Tinggi Muhammadiyah Se-Indonesia, Dr. Tongat, SH, MH serta sekretaris Rahmat Muhajir Nugroho, S.H., M.H, diikuti oleh seluruh peserta berjumlah 42 orang yang ikut membubuhkan tanda tangannya.

(Adju)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *