Reformasiaktual.com // Bukittinggi — Wakil Wali Kota Bukittinggi Marfendi menyampaikan, salah satu pengaruh timbulnya Silpa yaitu, kecenderungan terlambatnya aturan yang diterbitkan oleh pemerintah pusat seperti petunjuk teknis DAK.
“Selain itu juga belum sepenuhnya diterapkan omnibus regulation yang menyebabkan sering terjadi benturan peraturan perundang-undangan,” ujar Marfendi pada paripurna DPRD, Selasa (13/9/2022).
Paripurna tentang jawaban atas pemandangan umum fraksi terhadap Raperda Perubahan APBD Tahun Anggaran 2022 dan Raperda APBD Tahun Anggaran 2023.
Dihadapan anggota dewan pada paripurna dipimpin langsung Ketua DPRD Bukittinggi Beny Yusrial ini, Marfendi menyebutkan, memperhatikan realisasi semester pertama untuk belanja pegawai sebesar Rp133,8 miliar, terdapat kelebihan sebesar Rp65 miliar.
Kata Marfendi, bila menggunakan asumsi bahwa belanja pegawai semester pertama sama dengan semester kedua, hal itu terjadi karena terdapat pembayaran gaji PPPK tidak dibayarkan di semester pertama yang akan dibebankan pada semester kedua.
“Selanjutnya masih terdapat pada belanja pegawai accress 2,5 persen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” ungkap Marfendi.
Marfendi juga mengemukakan bahwa postur anggaran dari tahun ke tahun cenderung menemukan persoalan yang sama, dimana ketika pembahasan terjadi defisit.
Akan tetapi, ujar Marfendi, dalam laporan akhir justru kecenderungan munculnya sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa).
“Saran agar menerapkan konsep money follow program akan menjadi perhatian pemerintah untuk dioptimalkan,” paparnya.
Paripurna dihadiri sejumlah anggota dewan, unsur Forkominda, para pimpinan OPD, dan para undangan lainnya.
(Adju)