Reformasiaktual.com//Bukittinggi – Walikota Bukittinggi Ramlan Nurmatias didampingi Wakil Walikota Ibnu Asis meninjau Pasar Atas dan Jam Gadang Bukittinggi, Senin (21/04/2025).
Dalam tinjauan lapangan, Ramlan Nurmatias masuk ke gedung pasar atas, mulai dari lantai 1 sampai ke lantas paling atas, kemudian turun ke basement, meninjau parkiran.
“Saya dan beberapa SKPD sedang memikirkan bagaimana membuat pasar atas ramai kembali, di pasar atas ini ada sekitar 400 toko yang tutup, pedagang yang tokonya tutup, Pemko akan surati, jika tidak berminat untuk berdagang lagi, maka Pemko akan ambil kuncinya, dan diserahkan kepada pedagang yang berminat, kapan perlu pedagang kaki lima punya toko di pasar atas, ” ujar Ramlan.
Hal ini harus dilakukan, karena dari sisi keuangan, ini termasuk retribusi jasa usaha, Pemko tidak boleh rugi terus, karena ada biaya yang ditimbulkan di gedung pasar atas.
Pada saat kunjungan ke pasar atas, Ramlan Nurmatias juga banyak menemukan hal yang melanggar ketertiban dan keselamatan, seperti lorong di pasar putih yang dipakai sebagai dapur dan juga listrik yang dipergunakan pedagang sanjai yang tidak sesuai dengan aturan keselamatan, rawan kebakaran.
Ramlan Nurmatias juga menemukan adanya pungutan liar yang dibebankan terhadap pedagang sanjai dan juga pedagang toko.
Seperti yang diungkap oleh H. Asrizal Kari Mudo, ketua pedagang sanjai, mengatakan :” Selama kami berdagang, diminta uang keamanan Rp. 25.000,- perminggu, uang lampu Rp. 2.500,- per hari, uang kebersihan Rp. 1.000,- per hari, dan uang retribusi Rp. 2.500,- per hari, dan jika kami ingin menambah petak sanjai, kami harus ngontrak ke pemilik petak sanjai yang tidak jualan sebesar Rp. 5.000.000,- per tahun.”
“Pungutan listrik, uang keamanan, yang pungutan lain yang tidak masuk ke kas Pemko Bukittinggi, itu sudah masuk pungutan liar, ini tidak boleh terjadi lagi di Kota Bukittinggi, ” tegas Ramlan Nurmatias.
“Saya sebagai Walikota Bukittinggi akan terus melakukan penertiban dan penataan, karena Bukittinggi merupakan kota wisata, kalau kota semraut, maka wisatawan akan enggan masuk Bukittinggi, dan akan merugikan masyarakat Bukittinggi juga, hilang pendapatan masyarakat dari sektor perdagangan, hotel dan lain sebagainya,” tutup Ramlan.
Ramlan juga menegaskan, “Pemko Bukittinggi sebelum melakukan kebijakan, sudah dilakukan kajian oleh team kajian pemerintah daerah, bukan keinginan Walikota.”
(Adju)