Dugaan Penyimpangan Revitalisasi Rp1,045 Miliar di SMA 1 Bojongsoang: Antara Regulasi dan Praktik di Lapangan

PENDIDIKAN144 Dilihat

Reformasiaktual.com//Kabupaten Bandung – Program revitalisasi enam ruang kelas di SMA Negeri 1 Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, yang menelan anggaran sebesar Rp1,045 miliar kini menuai sorotan. Sejumlah indikasi penyimpangan terungkap, terutama terkait mekanisme pencairan dana serta penunjukan konsultan dan perencana proyek.

Menurut keterangan Humas SMA 1 Bojongsoang, Tisna Komarul Jaman, pencairan dana proyek hanya dilakukan satu tahap penuh. Padahal, Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah yang merujuk pada Permendikbud Nomor 8 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan secara tegas mengatur pencairan dilakukan dalam dua tahap:

Tahap I: 70 persen dari total anggaran.

Tahap II: 30 persen sisanya, setelah ada laporan realisasi tahap pertama.

Skema ini dimaksudkan agar pengawasan penggunaan anggaran berjalan lebih ketat dan mencegah potensi penyimpangan.

Namun, fakta di lapangan menunjukkan seluruh anggaran direalisasikan hanya dalam satu kali pencairan. “Pencairan hanya dilakukan sekali, “ujar Tisna.

Proyek rehabilitasi enam ruang kelas ini tidak melalui mekanisme.
Konsultan dan perencana disebut-sebut ditunjuk langsung oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Kondisi ini menimbulkan dugaan adanya pengondisian proyek, yang berpotensi bertentangan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana publik.

Menurut sejumlah pemerhati pendidikan, pola penunjukan langsung yang terkesan dipaksakan seringkali membuka ruang praktik mark up anggaran maupun pengaturan proyek.

Beberapa laporan investigatif sebelumnya mencatat adanya pola seragam: proyek dikerjakan oleh pihak yang ditunjuk langsung oleh dinas, tanpa ruang bagi sekolah untuk melakukan pemilihan secara independen.

Pola berulang ini memperkuat dugaan bahwa praktik serupa bukan kasus tunggal, melainkan sistemik di sejumlah sekolah penerima program revitalisasi.

Ahli hukum pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), yang enggan disebutkan namanya, menyebut praktik pencairan satu tahap berpotensi melanggar regulasi penggunaan DAK. “Kalau pencairan dilakukan tidak sesuai juknis, maka secara hukum masuk kategori maladministrasi, bahkan bisa mengarah pada dugaan tindak pidana korupsi apabila terbukti ada kerugian negara,” ujarnya.

Kerugian negara bisa timbul jika dana yang dicairkan sekaligus tidak dapat dipertanggungjawabkan secara bertahap, sehingga pengawasan menjadi lemah dan membuka ruang penyelewengan anggaran.

Upaya konfirmasi kepada kepala sekolah selaku penanggung jawab anggaran hingga berita ini diturunkan belum membuahkan hasil. Pihak sekolah terkesan menutup diri, sementara dokumen kontrak dan laporan pertanggungjawaban belum dibuka ke publik.

Sementara itu, pihak redaksi berupaya meminta keterangan resmi dari Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Jika dugaan penyimpangan terbukti, aparat penegak hukum seperti Kejaksaan Negeri Kabupaten Bandung maupun Kejaksaan Tinggi Jawa Barat berpotensi turun tangan untuk melakukan audit investigasi.

Praktisi pendidikan mendesak agar program revitalisasi sekolah diawasi secara ketat oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tanpa transparansi, program yang semestinya meningkatkan mutu pendidikan justru berisiko menjadi ladang bancakan anggaran.

Andre