PKBM Al-Muhajirin Diduga Tercium Aroma Korupsi Dana BOSP dan PIP Tahun 2025

PENDIDIKAN100 Dilihat

Karawang // Reformasiaktual.com-
Dugaan penyimpangan pengelolaan dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) dan Program Indonesia Pintar (PIP) mencuat di lembaga PKBM Al-Muhajirin, Kabupaten Karawang.

Saat dikonfirmasi, Kepala PKBM Al-Muhajirin Yati Suryati mengaku tidak mengetahui secara pasti jumlah anggaran dana BOSP yang diterima lembaga tersebut. Menurutnya, seluruh urusan keuangan dipegang oleh bendahara dan ketua yayasan.

“Saya tidak tahu berapa jumlahnya. Semua yang tahu itu bendahara, karena pengambilan uang pun bukan saya yang melakukannya. Bahkan, saya tidak mengetahui proses pencairannya. Saya hanya menjalankan tugas sebagai kepala PKBM,” ungkap Yati Suryati saat ditemui pada 19 Oktober 2025.

Lebih lanjut, Yati menyebut bahwa Ali Jamaludin, selaku ketua yayasan sekaligus suaminya, merupakan pihak yang lebih memahami alur anggaran di lembaga tersebut. Namun, saat dikonfirmasi soal total dana yang diterima, Yati menyebut jumlahnya hanya sekitar Rp20 juta, angka yang diduga jauh dari nominal seharusnya.

Berdasarkan data, jumlah peserta didik di PKBM Al-Muhajirin yang tercatat menerima dana BOSP terdiri dari:

Paket A: — (tidak disebutkan)

Paket B: 47 siswa

Paket C: 105 siswa
Total: 162 siswa.

Sementara itu, sesuai ketentuan pemerintah pusat, besaran dana BOSP per siswa per tahun adalah:

Paket A: Rp1.310.000

Paket B: Rp1.510.000

Paket C: Rp1.810.000

Dengan perhitungan tersebut, total anggaran yang seharusnya diterima PKBM Al-Muhajirin mencapai ratusan juta rupiah, bukan sekadar puluhan juta sebagaimana pengakuan pihak kepala PKBM.


Dana PIP Diduga Dikelola Tidak Transparan

Saat dikonfirmasi terkait pencairan Program Indonesia Pintar (PIP), salah satu peserta didik, Yanti Sulastri, mengaku tidak pernah menerima bantuan tersebut. Namun, berdasarkan data nominasi penerima PIP tahun 2024, tercatat adanya pencairan sebesar Rp40.500.000.

Ketua Yayasan Ali Jamaludin membenarkan bahwa dana tersebut dicairkan secara kolektif oleh pihak yayasan.

“Kami yang mengambil langsung ke Bank BNI karena kebanyakan siswa sudah bekerja,” ujar Ali Jamaludin.


Aktivis Hukum Minta APH Turun Tangan

Menanggapi hal tersebut, Robert Manurung, seorang aktivis hukum, meminta pihak Dinas Pendidikan dan Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan menyelidiki dugaan penyimpangan ini.

“Ini sudah masuk ranah tindak pidana korupsi. Kami minta agar pihak berwenang segera memproses kasus ini sesuai hukum yang berlaku,” tegas Robert.

Sebagai dasar hukum, tindakan pemotongan atau penyalahgunaan dana bantuan pendidikan dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pelaku korupsi dana pendidikan dapat dikenakan hukuman penjara serta denda berat. Kasus serupa sebelumnya juga pernah terjadi di Serang, di mana seorang kepala sekolah dijatuhi hukuman penjara akibat memotong dana PIP milik siswa.


(Tim)