Reformasiaktual.com//Makassar(Sulsel) – Bidang Pengawasan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan terus memproses dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Andi Kurnia, mantan Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Bone. Sanksi terhadap Kurnia, yang saat ini bertugas di Kejaksaan Negeri Mamuju, segera dijatuhkan.
“Sanksinya masih diproses di Pengawasan internal. Kami belum bisa sampaikan seperti apa jenis sanksi yang akan dijatuhkan,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sulsel, Soetarmi, Selasa (19/4/2022).
Meski begitu, dia mengakui bila jaksa Kurnia dengan pihak kepala desa yang diperas di Bone telah menempuh jalur mediasi.
Menurut dia, kepala desa yang membeberkan telah diperas Rp300 juta itu sepakar menyelesaikan masalah itu secara kekeluargaan. Kedua belah pihak yakni Kepala Desa Letta Tanah atas nama Ahmad sepakat mengakhiri kasus ini dengan cara mediasi.
“Sudah ada pertemuan antara Kades dengan terlapor Andi Kurnia. Sudah ada komunikasi yang baik antara mereka, sudah selesai masalahnya,” ujarnya.
Hanya saja Soetarmi memilih irit bicara mengenai adanya pengembalian uang Rp300 juta oleh Kurnia kepada Ahmad. “Yang pasti informasi yang kami dapat bahwa sudah ada penyelesaian secara kekeluargaan,” imbuh dia.
Direktur Lembaga Antikorupsi Sulawesi Selatan, Muhammad Ansar menyatakan perdamaian antara kepala desa dengan oknum jak tersebut tak akan berpengaruh pada penegakan hukum kepada jaksa yang bersangkutan. Menurut Ansar, jaksa tersebut telah menyalahgunakan kewenangannya sebagai aparat penegak hukum.
“Andaikan kasus ini tidak terungkap ke publik, jaksa yang bersangkutan tidak akan ditindak,” ujar Ansar.
Menurut Ansar dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya. Demikian yang disebut dalam Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
“Termasuk juga dalam Kode Etik Jaksa atau yang dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Per-067/A/Ja/07/2007 tentang Kode Perilaku Jaksa (“Peraturan Jaksa 67/2007”) dikenal sebagai Kode Perilaku Jaksa adalah serangkaian norma sebagai pedoman untuk mengatur perilaku jaksa dalam menjalankan jabatan profesi, menjaga kehormatan dan martabat profesinya serta menjaga hubungan kerjasama dengan penegak hukum lainnya. Kita desak Jaksa Agung untuk memberikan sangsi bagi jaksa nakal,” ujar dia.
“Meskipun ada kesepakatan damai antara kedua belah pihak, kasus ini tetap ditindaklanjuti Kejati. Penerapan sanksi etik harus diberlakukan karena ini sudah termasuk dalam penyalahgunaan kewenangan,” sambungnya.
Ansar mengatakan, jika kasus ini langsung dianggap selesai tanpa ada tindak lanjut berupa saksi tegas maka ini akan merusak citra Kejaksaan di mata masyarakat.
Sebab jika APH melakukan pelanggaran sangat mudah untuk diselesaikan. Proses mediasi dinilai akan menjadi pintu keluar bagi APH nakal. Untuk itu diminta kasus ini tetap diproses.
“Kalau kasusnya dihentikan karena alasan ada titik temu antara kedua bela pihak maka yakin kepercayaan publik terhadap Kejaksaan akan pupus. Ini juga akan menjadi pintu masuk APH nakal melakukan pungli. Makanya harus ditindak tegas,” imbuh Ansar.
Kasus ini mulai diketahui publik sejak adanya laporan Kades Letta Tanah, Ahmad. Ia mengaku memberikan uang sebanyak Rp300 juta pada Andi Kurnia sebagai bentuk pengembalian negara tahun 2020. Pengembalian itu dilakukan sebab diduga ada kegiatan bermasalah yang dilakukan Pemerintah Desa Letta Tanah pada tahun 2019.
(*Zul )