Tiga Figur Anak Bangsa dari Tanah Minangkabau

Daerah653 Dilihat

Reformasiaktual.com // PADANG (16/9/2023) – Era Disrupsi saat ini, tiga orang anak bangsa yang tak bisa dilepaskan dari tanah Minangkabau, berkiprah mewarnai perjalanan bangsa di profesi mereka masing-masing. Ketiganya, Dr (HC) Puan Maharani, Prof Saldi Isra dan Dr Mochamad Basuki Hadimoeljono.

“Ketiga figur ini, jadi pembicaraan serius di tingkat kader PDI Perjuangan Sumatera Barat dalam menentukan estafet kepemimpinan bangsa kedepan,” ungkap Ketua PDI Perjuangan Sumatera Barat, Alex Indra Lukman, Minggu.

Dr (HC) Puan Maharani merupakan perempuan pertama yang mengemban amanah sebagai Ketua DPR RI. Puan juga pernah menjabat Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).

Dalam dunia politik praktis, Puan memiliki jabatan strategis di partainya, PDIP serta jadi peraih suara pribadi terbanyak pada dua kali perhelatan Pemilu, tahun 2009 dan 2019.

Pada diri Puan, mengalir kental darah Minang, baik dari pihak bapak maupun ibu.

Nenek Puan, Fatmawati merupakan istri ketiga Soekarno yang berasal dari keturunan Kesultanan Indrapura di Sumatera Barat. Fatmawati juga dikenal sejarah sebagai sosok ibu negara yang menjahit bendera merah putih pertama kali.

Ibunda Puan, Megawati Soekarnoputri merupakan anak kedua (Soekarno dan Fatmawati) dari 5 bersaudara yaitu Guntur Soekarnoputra, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, dan Guntur Soekarnoputra.

Dari garis sang ayah, Taufik Kiemas, darah Minang Puan berasal neneknya. Diketahui, Taufiq Kiemas lahir dari pasangan Tjik Agus Kiemas, asal Sumatera Selatan dan Hamzathoen Roesyda berasal dari Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat.

Dalam perjalanannya, Taufik Kiemas kemudian memangku gelar adat, Datuk Basa Batuah dari Nagari Sabu di Kabupaten Tanah Datar yang merupakan tanah kelahiran ibundanya Taufik Kiemas.

Sementara, Prof Saldi Isra adalah anak Minangkabau kelahiran Paninggahan, Kabupaten Solok yang kini mengemban amanah sebagai wakil ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2023-2028.

Prof Saldi Isra adalah akademisi Universitas Andalas dan Hakim Konstitusi Republik Indonesia sejak 11 April 2017. Prestasinya telah moncer sejak jadi mahasiswa.

Ia jadi mahasiswa berprestasi tingkat nasional dan Ketua I Senat Mahasiswa FH Unand, selain berhasil lulus dengan predikat summa cum laude dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,86.

Selama jadi akademisi, Saldi dikenal sebagai pemerhati hukum tata negara dan penggiat gerakan antikorupsi di Indonesia, baik melalui opini dan pendapat di media massa atau sejumlah buku.

Ketika di kampus pun Saldi ikut mendirikan Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Unand yang konsen pada isu-isu ketatanegaraan dan sempat jadi direktur di sana.

Saldi Isra juga berulang kali diminta menjadi tim seleksi komisi negara, antara lain, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI.

Sedangkan Dr Mochamad Basuki Hadimoeljono adalah semenda rang Kabupaten Pesisir Selatan. Istrinya, Kartika Nurani merupakan bundo kanduang Rang Pasisia.

Basuki merupakan salah satu menteri yang banyak menarik perhatian di periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Ia dianggap sebagai orang yang berperan besar dalam pembangunan infrastruktur, program prioritas Jokowi.

Sehingga, di mata Menteri Keuangan, Sri Mulyani, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di dua periode pemerintahan Joko Widodo ini, dijulukinya sebagai ‘Bapak pembangunan Indonesia.’

Besarnya kiprah menteri yang hobi musik ini, sejumlah sebutan dilekatkan pada dirinya. Ada yang menyebut Bapak Infrastruktur, ada juga yang menyebutnya Bapak Daendels Indonesia.

“Ketiga nama ini, di mata internal kader, layak untuk ditimbang sebagai calon pemimpin bangsa ini kedepan. Kapasitas mereka telah teruji di profesinya masing-masing,” ungkap Alex.

Sejarah Panjang Orang Minang

Pada era kemerdekaan, tokoh asal Minang telah mewarnai perjalanan bangsa. Tiga dari anggota Panitia Sembilan yang dipilih Bung Karno, adalah orang-orang Minang yaitu: Mohammad Hatta, Haji Agus Salim dan Muhammad Yamin.

Enam tokoh lainnya: Soekarno, Ahmad Subardjo, KH Wahid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir dan Abikusno Tjokrosuyoso.

Fatwa jihad yang fenomenal dari KH Hasyim Asy’ari pada tanggal 22 Oktober 1945, salah satu substansinya adalah penegasan bagi umat Islam Indonesia untuk mempertahankan proklamasi kemerdekaan RI.

Sosok KH Hasyim Asy’ari tidak bisa dipisahkan dengan “Tanah Minang”. Bersama KH Ahmad Dahlan, KH Hasyim Asy’ari adalah murid dari Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, ulama besar asal Minang yang jadi guru di Mekkah.

Dampak dari Fatwa Jihad KH Hasyim Asy’ari sangatlah besar. Ketika itu, selain sebagai Rois Aam NU, KH Hasyim Asy’ari juga merupakan pemimpin tertinggi umat Islam Indonesia. Beliau adalah Ketua Majelis Syuro Masyumi, dengan wakilnya, Ki Bagus Hadikusumo, Ketua Muhammadiyah.

Jadi, wajarlah fatwa jihad Kyai Hasyim Asy’ari itu mendapat sambutan luas dari seluruh kaum muslimin Indonesia.

Di masa demokrasi terpimpin tahun 1945-1957, terdapat empat Perdana Menteri Indonesia asal Minang berkiprah dalam perkembangan sistem pemerintahan di Indonesia. Mereka yakni Mohammad Hatta, Abdul Halim, Sutan Sjahrir dan Mohammad Natsir.

Kemudian, jika ditarik lebih ke depan, juga ada nama Buya Hamka, tokoh informal yang tak kalah mewarnai perjalanan bangsa Indonesia.

Di era orde baru, tokoh Minang juga terus berkontribusi. Jenderal Polisi (Purn) Prof Awaludin Djamin, Azwar Anas, Sjahril Sabirin dan Bustanil Arifin, di antar sedikit nama yang berkontribusi bagi bangsa ini.

Setelah reformasi, nama-nama yang berkaitan dengan Tanah Minang, juga terus mendermakan baktinya untuk bangsa. HM Jusuf Kalla, bisa dikatakan puncaknya.

Sebagai semenda Minang, Jusuf Kalla meraih posisi wakil presiden dengan dua presiden dan periode berbeda. Soesilo Bambang Yudhyono (periode 204-2009) dan Joko Widodo di periode pertamanya, periode 2014-2019.

Pada perhelatan Pemilu 2024 mendatang, Puan Maharani, Saldi Isra maupun Mochamad Basuki Hadimoeljono, memiliki kapasitas yang telah teruji dalam mendermakan bakti terbaiknya bagi bangsa, sebagaimana telah dibuktikan para pendahulunya dari tanah Minang.

Apakah sejarah, akan mengulang takdirnya bagi tokoh berdarah Minang di Pemilu 2024? Kesempatannya masih terbuka lebar.
(Adju)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *