Oleh: Solihin Afsor (Dewan Pembina Ikatan Wartawan Online Indonesia DPD Kabupaten Garut
Reformasiaktual.com//GARUT,Pembangunan Infrastruktur oleh pemerintah seperti jalan, jembatan, turab, draenase, TPT, saluran irigasi, SPAM, gedung sekolah, dan yang lainya. Tidak dipungkiri sangat dibutuhkan oleh masyarakat, namun berdasarkan analisa dan kajian serta temuan dilapangan dalam kurun waktu lima tahun terakhir, praktek jual beli proyek pemerintah khususnya di kabupaten garut seakan sudah menjadi hal yang biasa dikalangan pegiat infrastruktur/kontruksi, dan seakan tak tersentuh atau kata lain kebal hukum.
Bahkan terindikasi Kuwat para pelaku dengan modus bertindak menjadi beking justru berasal dari oknum institusi penegak hukum yang notabene sudah memiliki pekerjaan rutin sebagai aparatur negara. Untuk itu praktek kejahatan kerah putih ini seakan bak gunung es yang sangat sulit untuk di basmi.
Hal tersebut diungkapkan oleh dewan pembina salah satu organisasi profesi ikatan wartawan online indonesia DPD kabupaten Garut (Solihin Afsor), menurutnya hal ini sebetulnya sangat mudah untuk dibaca ujarnya.
Contoh ditahun 2023 pada program bantuan keuangan desa/bankeudes yang bersumber dari APBD provinsi Jawa barat, itu kan sangat jelas, selain terindikasi adanya penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh oknum eksekutif pemrov juga tak lepas dari adanya peran oknum pejabat di DPRD provinsi yang jelas mempunyai kepentingan politik pada pemilu preseden dan legislatif 2024, modusnya dengan merubah kebijakan pejabat sebelumnya, baik itu perda maupun pergub yang dengan tegas telah diatur didalam peraturan menteri dalam negeri nomor 4 tahun 2023 tentang pejabat gubernur, pejabat bupati, dan pejabat walikota dan tertuang pada pasal 15 ayat 2 huruf d terkait larangan bagi seorang pejabat gubernur, bupati, dan walikota ujarnya.
Masih lanjut afsor, pembiaran terhadap praktek perbuatan melawan hukum ini akan terus terjadi dan merambah kepada tingkatan yang ada dibawahnya, sampai ke dinas tekhnis hingga bersekongkol dengan para oknum pengusaha yang hanya memikirkan bagaimana kegiatan tersebut bisa didapat walaupun dengan menjalani praktek yang melanggar hukum, maka terjadilah jual beli proyek pemerintah, makanya jangan heran jika suatu pembangunan kontruksi kwalitas dan kuantitasnya sangat jauh dari hasil perhitungan konsultan kontruksi, tak sedikit kwalitas/kwantitas bangunan kontruksi digarut paling lama hanya berumur 2-3 tahun saja.
Keberadaan APIP seperti inspektorat didalam jajaran Pemkab Garut terkesan hanya melaksanakan tugas rutinan dalih yang dipakai hanyalah PP 12 adapun hasil daripada pemeriksaan yang dilakukan hingga tahap laporan akhir diterbitkan dan terperiksa tidak melaksanakan rekomendasinya toh tidak ada juga yang dilimpahkan kepada aph, baik kepolisian ataupun kejaksaan, justru jika ada temuan ditingkat desa, cenderung hanya dilakukan hal hal yang bersifat normatif dengan dalih melakukan pembinaan, padahal tidak sedikit kepala desa yang menjadi korban para oknum pemeriksa ungkapnya.
Untuk tahun anggaran 2024 ini pengamatan saya justru malah lebih gila lagi, coba perhatikan usulan dana alokasi khusus fisik pemkab Garut, serta realisasinya, banyak yang tidak masuk akal, contoh kecil disektor pendidikan, masa satu lembaga pendidikan diusulkan tiga titik kegiatan dengan sumber anggaran yang sama, lantas azas pemerataan dan keadilan bagi lembaga pendidikan yang lainya yang juga laik menerima bantuan dimana ? apakah faktor utamanya karena ada kedekatan? atau jangan jangan sudah ada kongkalikong antara oknum pejabat dinas dengan penyelenggara sekolah tersebut, dan apakah sudah di kroscek bahwa usulan tersebut lahan yang akan dibangunnya dipastikan milik sekolah tersebut, fakta Dilapangan sangat jomplang, salah satu contoh SDN 2 Cisurupan tahun ini mendapatkan dua kegiatan dari DAK namun Dilapangan hanya perbaikan RKB saja untuk pembangunan gedung perpustakaan dan perlengkapanya terindikasi fiktif, dikarenakan lahanya sudah tidak memungkinkan untuk ditambah bangunan imbuhnya.
Contoh lain juga terjadi di dinas pertanian, coba perhatikan usulan DAK fisiknya menurut pengamatan kami kurang efektif dan tidak konsisten terhadap perda LP2B yang sudah dibuat oleh pemkab garut, enam kecamatan diwilayah perkotaan yang ditetapkan kedalam perda tersebut sejak tahun 2017 tidak tersentuh sama sekali oleh program program dinas pertanian kabupaten Garut, padahal enam kecamatan tersebut kontribusi terhadap capaian produksi pertanian terutama padi sawah sangat signifikan dalam rangka mendukung program ketahanan pangan, namun hak atas insentif disinsentif sebagaimana tercantum dalam perda tersebut hingga kini dirasakan oleh para petani diwilayah tersebut, sebaliknya daerah yang kebanyakan berupa hutan dan tidak beririgasi tekhnis justru menjadi prioritas dan pusat mereka, pola pikir semacam inilah yang membuat kami berfikir keras ada apa dibalik ini semua.
Contoh lain lagi penanganan limbah Sukaregang yang hingga kini tidak ada ujung pangkalnya, dinas lingkungan hidup kabupaten Garut terkesan tidak mampu menyelesaikan persoalan tersebut hingga berakhirnya pemerintahan Rudi gunawan-helmi Budiman, termasuk penanganan sampah, diseputaran obyek wisata unggulan dan berskala nasional seperti situbagendit, padahal dalam pantauan kami untuk tahun 2024 DLH Garut sudah mengusulkan dari DAK fisik sub bidang 01-lingkungan hidup tematik penguatan destinasi pariwisata prioritas dan menunya 01-pengelolaan sampah serta sarana prasarana pendukungnya dan rincian atau judul kegiatannya berupa pembangunan bank sampah induk dengan kapasitas 3 ton/hari dengan besar anggaran Rp.858.043.000 namun setelah dikonfirmasi kepada kepala bidang kebersihan (Nanang) kegiatan tersebut dilaksanakan di TPA Pasirbajing, bukanya di obyek pariwisata prioritas yang ada di kecamatan banyuresmi Kabid nandang berdalih bahwa BSI merupakan skala kabupaten, ketika ditanya runutan usulan apakah di TPA Pasirbajing ada pariwisata Kabid kebersihan DLH Garut memilih bungkam.
berkaitan dengan pelaksanaan DAK fisik seharusnya merujuk kepada Perpres nomor 57 tahun 2024 tentang petunjuk tekhnis pelaksanaan DAK fisik pasal 2 dan pasal 3 namun fakta yang terjadi dalam pelaksanaan dilapangan banyak terjadi hal yang justru terindikasi perbuatan melawan hukum (PMH) dan ini harus dilakukan penindakan oleh aph, ingat anggran DAK ini bersumber dari APBN pungkasnya.
Pian/ Tim