Reformasiaktual.com//BANDUNG-Adanya kebijakan untuk bisa merekrut Santri sebagai calon anggota TNI dan POLRI, khususnya yang di pelopori oleh Jendral Dudung Abd Rachman selaku KASAD kemudian dikuti oleh Kapolri Jendral Listyo Sigit, Merupakan satu kebijakan yang sangat tepat dan sangat strategis, karena seorang Santri selain dari segi ahlak dan prilakunya yang baik, serta wawasan agamisnya yang luas, apalagi selain Santri juga akan direkrut juga dari calon ahli agamis lain seperti calon rahib, calon pendeta dan lain-lain, namun ada yang lebih khususnya lagi yaitu bisa juga nantinya diberdayakan untuk mengantisipasi paham-pahan radikalisme dan intoleransi, yang mana paham tersebut saat ini sebagaimana kita ketahui bersama, selalu menyusup dibalik Kedok dan jubah Agama, sehingga setiap orang yang berusaha melawan gerakan tersebut dengan mudahnya dikatakan sebagai Anti Agama, Kafir, Murtad , penyembah iblis dan sebagainya bahkan bisa dikategorikan sebagai sorang Musyrik yang darahnya halal dan boleh untuk dibunuh”, ungkap Anton Charliyan yang juga Mantan Kapolda Jabar .
Lebih lanjut,”Begitu luar biasanya jika kekuatan agama dijadikan benteng untuk melegalisir kepentingan kepentingan politik tertentu, karena dengan jubah agama sesuatu yang asalnya jahatpun bisa menjadi suatu kemulyaan, bunuh diri saja bila dikasih label jihad bisa menjadi mulya, mencuri sebagai sebuah perbuatan hina dengan label gonimah bisa menjadi baik, bahkan merampokpun dengan label Fai bisa menjadi sesuatu yang heroik, itulah pola-pola yang senantiasa digunakan di berbagai negara lain, namun sangat disayangkan dari hasil kajian sejarah, history dan exferience yang terjadi di Suriah, Mesir Afganistan , ujungnya ternyata hanya sebuah ambisi untuk meraih tampuk kekuasaan”,tuturnya.
Berbicara tentang Intoleransi dan Radikalisme sebagaimana kita maklumi bersama, sesungguhnya yang paling berat adalah bagaimana cara memerangi dan mematahkan mindset faham dan iedologi-iedologi yang sudah tertanam kuat pada individu-individu kader-kader mereka yang sudah terlanjur terpapar, dengan menggunakan Dogma Agama sebagai alat masuknya, karena melalui Agama maka Antisipasinya pun, kita harus mampu nerekrut calon anggota, yang memang ahli dalam bidang agama, dalam hal ini yang paling tepat adalah tentu saja dengan merekrut para Santri serta calon-calon agamawan yang lain, yang betul-betul Nasionalis sebanyak-banya nya.
Kebijakan dan Program ini sesungguhnya sudah pernah dilakukan oleh Anton Charliyan ketika jadi Kapowil Priangan pada tahun 2009, ketika itu banyak Santri yang masuk menjadi anggota Bintara Polri dengan pola Talent Scouting ( masuk di pola dilatih secara khusus dan masuk tanpa test yang begitu panjang, namun tetap melalui prosedur yang ditentukan). Kemudian pada saat jadi Kapolda Jabar pun pada tahun 2017 sudah diajukan talent scouting untuk Santri dan calon-calon anggota yang berprestasi di bidang olah raga/seni yang bertaraf nasional/international, namun tiba-tiba kebijakan tersebut tidak bisa dilaksanakan, dipending Mabes Polri bahkan rekrutment di Jabar seakan dibikin Kisruh dengan adanya orang yang menjual nama Kapolda untuk kepentingan pribadinya, yang akhirnya bahkan kewenangan untuk merekrut calon anggota Polri khusus untuk Polda Jabar diambil alih Mabes Polri, tapi titik beratnya bukan hal tersebut, justru kemungkinan besar untuk menggagalkan rekruitmen talent Scouring para Santri tersebut, padahal Kapolda Jabar sendiri saat itu sudah warning dan sosialisasi ke Pesantren-pesantren rupanya kalau baru setingkat Kapolda kekuatannya masih bisa diintervensi oleh power yang lebih kuat, sehingga dengan segala cara akhirnya program tersebut tidak terwujud. Ini menunjukan bahwa Kekuatan politik gol intoleransi tersebut sudah begitu besar.
Inilah yang perlu kita waspadai bersama agar program ini bisa dikawal dengan seksama, yang mana tidak menutup kemungkinan paham dan pengaruh elit politik pendukung intoleransi dan radikalisme tersebut sudah masuk juga di tubuh TNI dan POLRI bahkan salah satu kebijakan Kapolda Jabar saat itu berupa penataran singkat selama kurang lebih 3 hari di alam terbuka, tentang wawasan anti intoleransi dan radikalisme yang dikenal sebagai program Sawala Kebangsaan Polda Jabar , dari rencana 12 Kali kegiatan penataran khusus untuk elemen-elemen dan tokoh-tokoh masyarakat baru 3 kali saja dilaksanakan, dibikin Kisruh juga , dengan segala alasan yang dibuat-buat agar ditunda sementara kegiatanya.
Ini untuk ke dua kalinya mereka menunjukan powernya, agar apapun bentuk-bentuk kegiatan yang dianggap akan melawan gerakan Intoleransi dan Radikalisme harus di hentikan sesegera mungkin.Tapi jika gerakan kali ini sudah didukung penuh dengan full Power oleh Pimpinan TNI da POLRI, yakni Kapolri, KASAD & Panglima TNI , kami yakin akan berjalan mulus, dan mereka pun akan berpikir seribu kali untuk bisa menghalangi dan menggagalkannya.
Maka dari itu ketika di konfirmasi awak Media Anton Charliyan yang pernah jadi Kapolwil Priangan tahnn 2009 dan Kapolda Jabar tahun 2017 ini, mengatakan sangat mendukung program tersebut dengan 2 jempol ditangan, dengan syarat yang di rekrut harus betul Santri yang 100% Nasionalis tulen, serta jika memungkinkan di buat secara kontinue tiap tahun tetap ada . Sehingga ada kesinambungan program, jangan sampai begitu Jendral Dudung Lengser otomatis nanti programnya pun ikut hanyut entah kemana,maka dari itu program tersebut harus dijadikan Program Routin yang tetap, baik di TNI maupun di POLRI, Insya Allah dengan adanya program tersebut paham-paham Intoleransi dan Radikalisme sedikit demi sedikit akan mulai terkikis di NKRI tercinta ini.
Untuk itu saya juga mohon dukungan moral nya kepada para Tokoh Ulama, Akademisi, para tokoh dan Pakar yang lain untuk ikut juga mendukung program strategis yang sudah dilontarkan oleh Pimpinan TNI dan POLRI tersebut, karena sepertinya program ini seperti kecil dan sederhana tapi Jika tidak betul-betul dikawal, bisa tahu-tahu lenyap ditengah jalan. Saya bisa bicara begini karena saya pernah mengalaminya sendiri langsung”, pungkas Abah Anton menutup pembicaraanya dengan Tim Redaksi kami.
(Red)