Jurnalis – Wartawan Bukan Sekadar Penulis, Tapi Penjaga Nurani Bangsa

OPINI65 Dilihat

Ngawi, “Menjadi Jurnalis -wartawan itu keren, tapi juga berat.” Kalimat pembuka penuh makna dari Tri Sofyan, C.BJ., C.EJ., C.Par., Wakil Pimpinan Redaksi Kontrolnews.co, merangkum realitas dunia jurnalisme yang semakin kompleks di tengah gempuran informasi, tekanan kepentingan, dan derasnya arus digital.

Sebagai seorang jurnalis sekaligus wakil pimpinan redaksi, Sofyan tak hanya bicara teknis, tetapi menyelami filosofi di balik profesi jurnalis. Bagi dia, seorang jurnalis sejati bukan hanya pandai menulis, tetapi juga mampu menjaga integritas, menjunjung etika, dan menjadikan kebenaran sebagai arah kompas kerja.

“Jurnalis bisa nulis apa aja, tapi nggak semua harus di tulis. Kebebasan itu hak, tapi di baliknya ada tanggung jawab yang nggak kecil,” ujar Sofyan. Kamis, 17 Juli 2025.

Menurutnya, jurnalis masa kini harus punya lebih dari sekadar keterampilan teknis. Mereka dituntut menjadi penafsir zaman, penyaring informasi, dan penjaga logika publik. Apalagi di era digital, di mana kecepatan bisa menyalip ketepatan, dan popularitas sering kali mengalahkan integritas.

“Kita bukan buzzer, kita bukan penyambung lidah pesanan. Kita jurnalis. Kita nyari fakta, bukan drama,” tegasnya.

Dalam penjelasannya, jurnalis yang akrab disapa Sofyan, menyentil keras fenomena media yang kehilangan arah karena tergoda rating, klik, atau pesanan kekuasaan. Ia mengingatkan bahwa jurnalis sejati bukanlah pelayan pasar, tapi pengawal kebenaran. Tulisan jurnalis bisa membentuk opini publik, tapi juga bisa memecah belah jika tak dikendalikan oleh nurani.

“Kita menulis, tapi tak semua tahu makna atau arti. Kita bicara soal nurani, tapi dijual pada harga pasar dan silarat kuasa,” tambahnya penuh keprihatinan.

Sofyan juga menyampaikan peringatan tajam yang menggugah:

“Kenapa tulisan jurnalis lebih tajam dari senjata? Karena ia bisa memotong kebenaran, menciptakan saksi-saksi dusta, atau justru jadi cahaya yang menerangi kebutaan publik.”

Bagi Sofyan, jurnalisme adalah pilihan moral. Ia menekankan pentingnya jurnalis muda untuk tidak hanya belajar teknik peliputan, tetapi juga memperkuat etika, empati, dan wawasan kebangsaan. Karena menurutnya, “Jurnalis bisa jadi lentera atau api yang membakar nalar bangsa. Maka pilihlah: menjadi suara rakyat atau gema dari mereka yang membayar.”

Ia berpesan, agar setiap wartawan tetap setia pada prinsip dasar jurnalistik: fakta, integritas, keberanian, dan tanggung jawab. Karena jurnalisme yang baik bukan sekadar soal menulis, tapi tentang bagaimana menjadi bagian dari perubahan dengan cara yang benar.

“Jurnalis bukan pahlawan. Tapi saat dunia gelap, merekalah lilin pertama yang menyala,” Pungkasnya.