Reformasiaktual.com//Bandung | Barang bekas impor yang telah dilarang peredarannya karena merugikan negara, kini kembali marak dan diperjualbelikan secara terang-terangan, baik secara online maupun offline. Barang-barang tersebut diduga berasal dari Tiongkok, Jepang, dan Korea.
Pantauan awak media pada Jumat (23/07/2025), barang bekas ini dijual melalui berbagai platform digital seperti TikTok, Instagram, dan Facebook, serta secara langsung di sejumlah titik, termasuk wilayah Jakarta dan Pasar Gedebage, Kota Bandung.
Salah seorang warga, DD (50), yang enggan disebutkan namanya secara lengkap, menyampaikan bahwa sebagian besar barang yang dijual di lapak-lapak tersebut merupakan barang impor, bukan hasil produksi pelaku UMKM lokal.
“Memang hampir semua barang cimol yang diperjualbelikan itu barang impor, bukan produksi UMKM lokal,” ujar DD.
DD juga menambahkan bahwa sejumlah pedagang memiliki gudang sendiri, tersebar dari Kabupaten Bandung hingga Kota Cimahi.
Hasil investigasi tim media menemukan beberapa gudang yang diduga menjadi tempat penyimpanan barang impor ilegal tersebut. Informasi ini diperkuat oleh pernyataan BA (45), seorang warga yang menyebut bahwa distribusi barang-barang tersebut dikelola oleh sebuah paguyuban.
“Barang bal-balan seperti itu harus tanya ke paguyuban, Bang. Mereka yang ngatur semuanya,” jelas BA.
Lebih jauh, dari informasi yang dihimpun, muncul dugaan keterlibatan oknum dari instansi pemerintah maupun aparat penegak hukum (APH) dalam membekingi praktik ilegal ini.
Ketua paguyuban yang disebut-sebut mengelola distribusi barang tersebut diketahui bernama A. alias Cik Ali, seorang warga asal Sumatera Selatan.
Kondisi ini sangat memprihatinkan, mengingat pemerintah seharusnya menjadi garda terdepan dalam melindungi kepentingan rakyat dan industri dalam negeri, namun justru diduga terlibat dalam kegiatan ilegal yang merugikan negara.
Regulasi yang Dilanggar
Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku:
Permendag Nomor 40/M-DAG/PER/10/2008 sebagaimana diubah terakhir dengan Permendag Nomor 51 Tahun 2015, melarang impor barang bekas karena dinilai membahayakan kesehatan, keamanan, dan merusak industri nasional.
UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan Pasal 47 ayat (1), menyatakan bahwa setiap kegiatan impor harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan dapat dikenai sanksi jika melanggar.
UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan mengatur bahwa semua barang yang masuk ke wilayah Indonesia wajib melalui prosedur kepabeanan dan harus mendapatkan persetujuan dari pejabat Bea Cukai.
Jika terbukti melanggar, para pelaku dapat dijerat dengan hukuman pidana penjara minimal 5 tahun dan denda hingga Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana maksimal 10 tahun penjara.
Red











